"WhatsApp tidak bisa melihat isi pesan. Jadi yang paling mungkin adalah melihat perilakunya," kata Wakil Direktur Kebijakan Publik dan Komunikasi WhatsApp, Victoria Grand, saat konferensi pers di Jakarta, Senin.
WhatsApp sejak awal dirancang sebagai platform komunikasi pribadi, berbeda dengan Facebook yang diposisikan sebagai jejaring sosial. WhatsApp memang menyediakan grup, jumlah anggotanya saat ini dapat mencapai ratusan orang per grup.
Untuk menjaga keamanan di WhatsApp, mereka menambahkan fitur enkripsi end-to end, berupa sistem pengamanan sehingga hanya pengirim dan penerima pesan yang dapat membaca pesan tersebut.
Enkripsi ini dipasang di WhatsApp agar pesan tidak diretas selama perjalanan dari pengirim ke penerima. WhatsApp tidak dapat melihat pesan-pesan yang berada dalam platform tersebut, namun, mereka dapat mendeteksi perilaku.
Jika WhatsApp mendeteksi perilaku tidak normal dan mengarah pada aktivitas yang negatif, WhatsApp tidak segan untuk menghapus akun tersebut.
"Akun yang bersangkutan akan dilarang," kata dia.
Nomor yang digunakan untuk akun WhatsApp tersebut tidak dapat lagi digunakan untuk mengakses WhatsApp.
Selain memblokir akun, WhatsApp juga memberi label "forward" pada pesan yang diteruskan dan membatasi jumlah meneruskan pesan menjadi hanya lima kali sehingga jika terjadi aktivitas yang tidak biasa, pesan tersebut dapat dilacak hingga ke lima pesan sebelumnya.
WhatsApp memiliki fitur pelaporan melalui aplikasi, jika mendapat pesan berantai yang bersifat negatif, pengguna bisa melaporkan akun yang mengirimkan melalui opsi "Report" atau laporkan. Untuk melaporkan akun yang bermasalah, buka obrolan atau "chat" lalu ketuk titik tiga di pojok kanan atas dan pilih "report" untuk melaporkan akun tersebut.
Baca juga: Cegah hoaks saat pilpres, WhatsApp batasi "forward" pesan 5 kali
Baca juga: Polri sebut penyebaran hoaks dimulai dari grup "WhatsApp"
Baca juga: WhatsApp kembali ditinggal petingginya
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019