"Kami bekerja sangat keras untuk menjaga keamanan Pemilu di Indonesia," kata Direktur Politik Global dan Perpanjangan Pemerintah, Katie Harbath, saat jumpa pers di Jakarta, Senin.
Facebook memperhatikan aktivitas para pengguna platform tersebut dan segera menutupnya jika terbukti akun palsu. Facebook menggunakan mesin berbasis kecerdasan buatan atau AI untuk mendeteksi perilaku tidak wajar sebuah akun.
Aktivitas yang dianggap tidak wajar antara lain menambahkan ribuan teman setelah membuat sebuah akun dan aktif mengunggah di banyak grup dalam waktu yang singkat.
"98 persen akun kami hapus bahkan sebelum ada laporan dari pengguna," kata Harbath.
Facebook juga menggunakan machine learning untuk memeriksa tautan yang dibagikan. Jika mereka menemukan informasi yang dibagikan meragukan, Facebook akan mengirimkannya ke pengecek fakta (fact checker).
Setelah terdeteksi informasi palsu, Facebook akan menurunkan sebarannya. Facebook akan memberi notifikasi pada pengguna yang menyebarkan hoaks tersebut, bahwa informasi tersebut tidak benar dan sebaiknya tidak disebarkan.
Facebook juga akan melakukan tindakan untuk ujaran kebencian (hate speech), mereka bekerja sama dengan badan penyelenggara pemilu di berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk membuat kategori ujaran kebencian sesuai dengan konteks lokal.
Facebook juga sudah menyiapkan kemungkinan intervensi dari luar negeri terhadap pemilu, misalnya, ada pengguna asing yang membuat akun dan mengaku dari Indonesia dan memiliki agenda tertentu. Aktivitas seperti ini dicurigai terjadi saat Pilpres di Amerika Serikat pada 2016 lalu, Rusia dituduh ikut campur dalam pemilu saat itu.
Facebook mengidentifikasi aktivitas tersebut dengan mesin dan tim, termasuk bekerja sama dengan organisasi lokal.
Baca juga: Facebook bantah kumpulkan data lewat 10 Years Challenge
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019