Jakarta, 21/1 (Antara) - Yayasan Yap Thiam Hien menganugerahkan penghargaan hak asasi manusia Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2018 kepada Eva Banda dan Sedulur Sikep karena dianggap telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga kelestarian lingkungan.Eva Bande merupakan aktivis lingkungan yang berjuang membela petani Toili di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, dalam mempertahankan hak atas tanah garapan, tanah adat, dan perlindungan kerusakan alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang dari eksp
"Keduanya dianggap sebagai sosok dengan perjuangan yang panjang untuk menjaga dan merawat bumi nusantara," ujar Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo ketika memberikan sambutan sebagai salah satu juri YTHA 2018 di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta.
Yosep mengatakan baik Eva Bande dan Sedulur Sikep telah mengalami perjalanan panjang dalam mempertahankan tanah adat dari kerusakan lingkungan, serta memiliki keyakinan bahwa tugas manusia adalah menjaga, merawat, dan memanfaatkan alam.
Kedua peraih penghargaan hak asasi manusia ini dikatakan Yosep telah memperjuangkan terpenuhinya hak masyarakat baik hak politik, serta hak atas ekonomi, sosial, dan budaya.
"Pembangunan tidak boleh lagi mengabaikan elemen hak-hak masyarakat, justru harus diorientasikan kepada terpenuhinya hak masyarakat," ujar Yosep.
Eva Bande merupakan aktivis lingkungan yang berjuang membela petani Toili di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, dalam mempertahankan hak atas tanah garapan, tanah adat, dan perlindungan kerusakan alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang dari ekspansi Industri Perkebunan Kelapa Sawit.
Eva sempat ditangkap dan dipenjara bersama dengan 23 petani Toili selama empat tahun karena aksi perjuangannya tersebut.
Sementara itu Sedulur Sikep atau yang dikenal dengan nama Masyarakat Samin merupakan kelompok masyarakat yang melakukan perlawanan baik melalui jalur hukum maupun kajian akademis, terhadap pertambangan di wilayah Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah oleh sejumlah perusahaan semen.
Salah satu aksi protes Sedulur Sikep adalah melakukan pemasungan diri dengan memasukkan kaki ke dalam semen, yang dilakukan di depan Istana Negara, Jakarta.
Adapun dewan Juri YTHA 2018 terdiri dari Makarim Wibisono, pegiat isu politik dan HAM Clara Joewono, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, aktivis pendidikan Henny Supolo, aktivis perempuan Maria Hartiningsih, pegiat isu pluralisme Imdadun Rahmat, dan pegiat isu hukum dan HAM Haris Azhar.
YTHA merupakan sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi HAM setiap tahunnya kepada orang-orang yang dinilai telah berjasa besar dalam upaya penegakan HAM di Indonesia.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019