Sebagai negara maririm, Indonesia dinilai sangat membutuhkan transportasi laut untuk mendistribusikan ke berbagai penjuru daerah karena dinilai lebih efisien dan efektif dibanding moda angkutan lainnya.
Sekalipun industri transportasi laut itu sangat dibutuhkan namun bukan berarti sektor usaha jasa itu tidak menemui hambatan di tengah ketatnya persaingan bisnis.
Sejumlah pihak menilai pertumbuhan industri pelayaran nasional dinilai belum terlalu cemerlang di 2019, karena masih dihadapkan pada sejumlah tantangan.
Tantangan tersebut, terutama dalam kebijakan moneter berupa suku bunga tinggi mencapai 12,25 persen, sedangkan margin profit pelayaran nasional masih satu digit.
Di sisi fiskal, pelayaran nasional juga masih dibebani sejumlah pajak yang antara lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian BBM pelayaran dalam negeri.
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners` Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, pada dasarnya pelayaran nasional hanya membutuhkan perlakuan setara seperti negara lain memberlakukan kebijakan kepada industri pelayaran mereka.
Jika kebijakan sudah mengarah pada perlakuan setara ini, dia optimistis pelayaran akan kian berdaya saing dan mampu mencatatkan kinerja positif, yang pada akhirnya memberikan kontribusi lebih besar bagi ekonomi nasional.
Hal ini mengingat pelayaran merupakan motor bagi industri lainnya, seperti galangan dan industri komponen kapal. Jika pelayaran tumbuh, maka industri terkait lainnya akan ikut tumbuh.
Tantangan lainnya terkait efisiensi biaya kepelabuhanan dalam menekan biaya logistik, dan juga pendataan jumlah, ukuran dan jenis kapal yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah.
Wakil Ketua I DPP INSA Witono Soeprapto mengatakan, pada tahun ini pelayaran nasional secara umum tumbuh tipis.
Khusus angkutan kargo umum masih dihadapkan pada pertumbuhan yang kurang meyakinkan.
Sektor kargo umum diprediksi akan semakin terpuruk mengingat fasilitas kepelabuhanan selalu memprioritaskan kapal kontainer, sehingga menghadapi tantangan potensi terjadinya kongesti.
Sedangkan komoditas untuk kargo umum sudah banyak berkurang, dan lebih banyak muatan-muatan curah bahan baku.
Dari dulu, tantangan sektor ini terkait kekhawatiran terjadinya kongesti pelabuhan karena pelabuhan memprioritaskan kontainer. Selain itu, muatan kapal ini juga terus berkurang.
Adapun sektor kontainer domestik akan sangat dipengaruhi pada kinerja ekonomi Indonesia.
Dari kuartal I hingga III 2018, ekonomi nasional tumbuh berkisar lima persenan. Pada RAPBN 2019, ekonomi nasional juga dipatok tumbuh 5,3 persen.
Dengan melihat itu, sektor kontainer diprediksi mencatatkan pertumbuhan yang tidak jauh berbeda.
Baik sektor kontainer dan kargo umum juga mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi, seiring dengan permintaan dan penawaran muatan pada momen-momen tertentu. Seperti di hari-hari besar keagamaan dan akhir tahun jumlah muatan akan ikut naik.
Meski angkutan ekspor impor masih didominasi pelayaran asing, sektor kontainer pelayaran nasional optimistis akan mencatatkan kinerja lebih baik pada tahun depan. Namun peningkatan jumlah muatan tidak terjadi pada kegiatan impor, kecuali untuk komoditas bahan baku.
Salah satu tantangan pelayaran kontainer saat ini terkait pemberlakuan Serfitikat Keselamatan Kontainer, yang seharusnya merujuk pada best common international practice.
Hingga kini, sektor kontainer juga tengah mempersiapkan diri dalam era digital.
Kapal tanker tumbuh
Sektor kapal tanker domestik masih mencatatkan kinerja positif di 2018. Pada tahun 2018 terjadi lonjakan muatan unsur nabati (fatty acid methyl ester/FAME) terkait kebijakan B20 yang cukup signifikan, sehingga menyebabkan perubahan arus muatan dan terjadi kelangkaan sementara untuk tipe kapal ukuran 2.000-5.000 tonnase bobot mati (DWT).
Hal ini di samping ketersediaan kapal tanker yang terbatas juga disebabkan oleh pola operasi distribusi FAME yang masih belum optimal, sehingga penggunaan ruang muat kapal tidak efisien serta waktu menunggu bongkar yang relatif lama.
Ketua Bidang Cair DPP INSA Nick Djatnika mengatakan, pertumbuhan kapal berbendera Indonesia di 2018 capai 152 unit atau naik 1,68 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Dari jumlah itu, 19 unit merupakan kapal tanker, sedangkan pertumbuhan kapal tanker pada 2018 mencapai 3,42 persen.
Secara lebih rinci, jumlah armada kapal tanker kecil (ukuran 10.000 DWT) pada tahun 2018 bertambah sebanyak tujuh unit sedangkan untuk kapal tanker besar bertambah sebanyak 12 unit.
Pelaku usaha tanker nasional tetap mengkhawatirkan terjadinya gejolak pasar domestik, sebagai dampak dari pengaruh kondisi sektor pelayaran tanker global yang mencatatkan kinerja negatif tahun ini.
Di tahun 2019 inj, sektor tanker nasional diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan armada ukuran kecil yang akan menetralisir kelangkaan kapal tanker, terkait perubahan arus muatan dan lonjakan muatan sebagai dampak pemberlakuan kebijakan B20.
Adapun sektor kapal tanker ukuran lebih besar, ada dua hal yang akan berpengaruh pada kebijakan pengadaan kapal, yaitu pemberlakuan kewajiban kapal tanker berbendera Indonesia untuk mengangkut ekspor CPO dan kebijakan batasan sulfur pada tahun 2020.
Di sektor tongkang dan curah untuk angkutan batu bara optimistis akan mencatat pertumbuhan positif. Pada tahun 2018, target volume produksi batu bara sebesar 485 juta ton, utilisasi curah dan tongkang mencapai 100 persen.
Dengan kenaikan volume produksi batu bara pada 2019 naik 28,3 persen, maka utilisasi serapan curah dan tongkang akan menjadi setara atau berada pada level yang menggairahkan bagi pelaku industri bulk dan tongkang.
Apalagi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan tetap tumbuh di kisaran 5-5,3 persen sehingga sektor pelayaran diharapkan tetap mendukung perekonomian nasional.
Baca juga: Kadin nilai regulasi hambat industri pelayaran
Baca juga: Bisnis Pelayaran Indonesia Kehilangan 13 Miliar Dolar
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019