"Kita coba mencarikan penyelesaian mengatasinya juga dengan alam, alam di sini adalah menyiapkan vegetasi yaitu tanaman. Tanaman yang kita pilih yang cocok dengan kawasan tersebut, contoh misalnya pohon yang kita temukan di daerah Carita, itu juga ada pohon sejenis yang ditemukan di Bali, Lombok, dan Ambon, yaitu Pule,," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo di kantor Kemenko PMK Jakarta, Selasa.
Doni mengatakan pohon yang sering disebut Pohon Pule di berbagai daerah, atau yang dalam bahasa Indonesia disebut Pohon Pulai, bisa memiliki ketinggian mencapai 30 hingga 40 meter.
"Pohon pule tertinggi sekarang itu ada di Lamtamal, Ambon, dengan diameter sekitar dua meter lebih, tingginya 30-40 meter," kata dia.
Berdasarkan kajian dan penelitian dari pakar tsunami, pohon pule terbukti bisa memperlambat laju gelombang tsunami sehingga mengurangi tekanan atau daya rusak yang dihasilkan dari terjangan air laut.
"Itu terbukti, pohon-pohon itu bisa memperlambat 80 persen laju gelombang tsunami ke darat, itu ada kajiannya," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati.
Doni mengungkapkan bahwa kejadian tsunami di suatu daerah bisa disebabkan karena adanya sebuah siklus yang berulang dalam masa puluhan hingga ratusan tahun.
Oleh karena itu dia berpendapat apabila penanaman pohon penghalau gelombang tsunami sudah dilakukan sejak saat ini, jika terjadi siklus bencana pada puluhan hingga ratusan tahun mendatang sudah memiliki mitigasi sendiri.
"Kalau kita bisa mempersiapkan dari sekarang dengan siklus 50-100 tahun akan datang, maka ini akan jadi benteng alam terbaik," kata Doni.*
Baca juga: Lima menteri tanam pohon pule di arboretum
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019