"Sikap pilihan golput atau tidak memilih itu bukan tindak pidana, itu ekspresi politik yang memiliki dasar hukum yang jelas," kata Arief dalam jumpa pers di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Jakarta, Rabu.
Arief menyebutkan bahwa menjadikan golput sebagai pilihan politik dillindungi oleh Pasal 28 e ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menyatakan pikiran, sikap, yang sesuai dengan hati nuraninya.
Karena dilindungi dalam UUD 1945, kata Arief, golput sebagai ekspresi politik tidak saja merupakan hak asasi manusia, tetapi juga merupakan hak konstitusional warga negara yang secara jelas dilindungi oleh undang-undang.
Selain itu, Arief menambahkan bahwa Undang-Undang Nomor 39/1999 juga mengatur jaminan kepada setiap orang untuk menentukan keyakinan, pandangan, serta sikap politik yang sesuai dengan hati nuraninya.
"Maka kalau di luar sana tersebar hoaks bahwa memilih untuk tidak memilih atau golput adalah tindak pidana, itu jelas keliru karena kita bisa merujuk pada undang-undang yang ada," ujar Arief.
Lebih lanjut Arief menjelaskan bahwa pilihan politik tidak harus dimaknai dengan memilih calon baik calon presiden maupun calon legislatif. Namun, ada opsi lain untuk tidak memilih calon yang tidak sesuai dengan hati nurani pemilih.
"Namun, yang harus diingat kemerdekaan berekspresi dan berpendapat tetap ada batasannya, yaitu tidak boleh melanggar undang-undang," kata Arief.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2019