Jangan menyebarkan di rumah ibadah, jangan di masjid-masjid, jangan di gereja. Kemudian kalau mau menerbitkan buletin-buletin politis seperti itu, tidak di rumah ibadah
Jakarta, (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan telah memerintahkan jajarannya untuk memantau penyebaran tabloid "Indonesia Barokah" yang mulai masuk ke masjid-masjid di daerah.
“Kita sudah ada beberapa perwakilan dari kantor Kementerian Agama kabupaten-kota, di tempat-tempat itu sudah terus memantau pergerakannya,” katanya di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat.
Menag juga telah melarang para pengurus masjid untuk mendistribusikan tabloid tersebut lebih luas kepada masyarakat mengingat konten dari media tersebut belum terkonfirmasi kebenarannya.
Kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis sebaiknya dihindarkan dari aktivitas kerohanian di rumah-rumah ibadah, kata Lukman, sehingga tidak menimbulkan perpecahan di kalangan jamaah.
“Jangan menyebarkan di rumah ibadah, jangan di masjid-masjid, jangan di gereja. Kemudian kalau mau menerbitkan buletin-buletin politis seperti itu, tidak di rumah ibadah,” tambahnya.
Ribuan eksemplar Indonesia Barokah ditemukan berada di sejumlah masjid di daerah, antara lain di Solo, Yogyakarta, Purwokerto, dan Karawang.
Sebelumnya, Cawapres Sandiaga Uno menduga Indonesia Barokah digunakan oleh kelompok lawan sebagai alat kampanye hitam untuk menyerang dirinya dan Capres Prabowo Subianto.
"Itu saya serahkan kepada aparat hukum, itu adalah bagian 'black campaign' yang sudah kami sama-sama sepakati untuk tidak lakukan, tetapi ternyata seperti 2014, versi 2019 keluar," kata Sandiaga di Jakarta, Kamis (24/1).
Tabloid Indonesia Barokah memuat artikel yang diduga meyudutkan pasangan Prabowo-Sandiaga dan digunakan sebagai alat kampanye hitam untuk menyerang pasangan tersebut.
Baca juga: Dewan Pers segera tindaklanjuti aduan soal tabloid Indonesia Barokah
Baca juga: BPN : Tabloid Indonesia Barokah sudutkan Prabowo-Sandiaga
Baca juga: Pemuda Muhammadiyah sebut "Indonesia Barokah" alat propaganda
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019