"Tangga bambu ini inisiatif masyarakat karena kesulitan tidak ada akses untuk menyeberang," kata Mustajab warga Desa Tanakaraeng di Gowa, Sulsel, Minggu.
Jembatan tersebut merupakan akses terdekat yang menghubungkan Desa Tanakaraeng dengan desa Moncongloe. Sedangkan akses lainnya merupakan jalan yang memutar jauh dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam.
Jembatan putus pada Selasa (22/1) akibat debit air meningkat karena intensitas hujan yang tinggi. Sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan juga mengalami banjir dan tanah longsor.
Menurut Mustajab, biasanya warga desa yang ingin berbelanja ke Desa Moncongloe dan anak Sekolah Menengah Atas (SMA) menyeberang lewat jembatan ituj.
Hal senada dikatakan Jufri, warga Desa Tanakaraeng. Untuk menyeberang mereka terpaksa mengambil jalan memutar, biasanya menumpang ojek hanya Rp5.000 namun sekarang harus membayar dua kali lipat.
Personel Taruna Siaga Bencana (Tagana) asal Gowa, Arsidin mengatakan, hujan ekstrem terjadi sejak Minggu (20/1). Ia bersama tim Tagana Kemensos sedang berkeliling Desa Kampili yang dekat dengan jembatan Jenelata karena mendapat informasi ada warga yang terbawa arus.
Lalu pada saat itu, juga ada informasi jembatan mulai retak dan ia menyaksikan sendiri jembatan putus terbawa arus.
Hujan dengan intensitas tinggi disertai angin kencang melanda wilayah Sulawesi Selatan. Data sementara mencatat 53 kecamatan di 12 kabupaten kota di Sulawesi Selatan mengalami banjir, longsor dan angin kencang.
Kementerian Sosial telah menyalurkan bantuan tanggap darurat senilai Rp 2,6 miliar untuk kebutuhan dasar warga korban bencana dan santunan ahli waris korban meninggal dunia.
Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla meninjau Bendungan Bili-Bili dan jembatan Jenelata yang putus pada Minggu (27/1) didampingi Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dan sejumlah pejabat lainnya.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019