"Di era Industri 4.0, AI dan big data akan mengubah perilaku retail," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia, Roy Nicholas Mandey, saat jumpa pers Future Commerce Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa.
Menurut Roy, 95 persen dari sekitar 600 anggota Aprindo sudah bertranfsormasi ke perdagangan elektronik, hanya 5 persen belum bertransformasi ke platform online karena merupakan pemain lokal dan mereka masih yakin dengan bisnis offline dalam kondisi saat ini.
Aprindo menilai perubahan ke platform ini mengharuskan perusahaan retail untuk mengubah model bisnis dan menyerap teknologi terkini untuk mengikuti perkembangan zaman dan demi keberlangsungan usaha mereka.
"Masa depan e-commerce ini pasti terjadi," kata Roy.
Trend perdagangan elektronik ke depan diperkirakan masih akan mengadopsi berbagai jenis teknologi. Jika mengadopsi teknologi, bisnis dapat bertumbuh dan memberikan kontribusi ke negara, kata Roy.
Kecerdasan buatan dan big data ini dapat dimanfaatkan oleh para retailer untuk mempelajari perilaku konsumen dan memenuhi kebutuhan mereka. Melalui kebiasaan para pelanggan, retail bisa menentukan apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen mereka.
"Semua ini hanya bisa didapat dari big data," kata dia.
Contoh bagaimana retail mempelajari konsumen mereka adalah melalui barang rekomendasi yang muncul melalui iklan.
Setelah melihat-lihat barang, konsumen akan mendapat iklan rekomendasi barang serupa. Beberapa retailer megadakan program loyalitas (loyalty program) misalnya memberikan hadiah berupa poin yang dapat ditukarkan ke gerai, untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan konsumen mereka.
Selain itu, retail juga bekerja sama dengan perusahaan teknologi finansial untuk mempelajari perilaku konsumen.
Baca juga: Tren automasi, artificial intelligence, big data dan pemanfaatannya di JD.com
Baca juga: Big Data bantu tingkatkan pariwisata kota bersejarah Datong
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019