Saat menyampaikan pengarahan dalam acara sosialisasi di Denpasar, Selasa, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra menguraikan sejumlah latar belakang pemberlakuan peraturan mengenai penggunaan busana adat kepada perwakilan organisasi perangkat daerah dan instansi vertikal yang hadir.
"Budaya adalah jantung dari semua proses pembangunan. Jika kita meninggalkan budaya, maka kita akan terasing dengan diri dan budaya sendiri," katanya.
Ia mengatakan sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia, Bali menjadi tujuan wisatawan dari berbagai belahan dunia, yang datang dengan atribut budaya dan perilaku yang bisa jadi tidak sesuai dengan budaya Bali.
"Bali sangat rentan terpengaruh budaya asing," ujarnya.
Kalau tidak segera diantisipasi, ia melanjutkan, penetrasi budaya asing akan semakin dalam mempengaruhi warga Bali dan lama kelamaan bisa melunturkan budaya Bali.
"Jika sampai terjadi, pariwisata pun akan kehilangan ruhnya," katanya.
Pemerintah Provinsi Bali karenanya meningkatkan upaya memperkuat jati diri manusia dan budaya Bali.
"Yang kita tahu, budaya itu memiliki unsur yang sangat luas, antara lain busana adat dan aksara Bali yang Pergubnya sudah ada. Yang lain akan menyusul," ujarnya.
Dewa Indra berharap lembaga pemerintahan, pendidikan maupun swasta yang ada di wilayah Provinsi Bali menerapkan peraturan mengenai penggunaan busana adat.
"Tak terkecuali instansi vertikal, karena gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah di daerah. Namun tentu saja ada pengecualian untuk instansi vertikal seperti TNI dan Polri yang memang harus mengenakan atribut dinas, terutama yang bertugas di lapangan," katanya.
Samakan Persepsi
Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Bali I Wayan Serinah mengemukakan sosialisasi ditujukan untuk menyamakan persepsi mengenai peraturan berbusana adat Bali ke kantor.
Ia mengatakan busana adat yang dikenakan untuk ke kantor harus sesuai nilai kesopanan, kesantunan, kepatuhan dan kepantasan.
Sementara AA Ayu Ketut Agung, praktisi tata rias dan busana adat Bali, dalam paparannya menyampaikan bahwa busana yang tepat dikenakan ke kantor untuk perempun adalah atasan (kebaya) berbahan katun dengan model Kartini, serta kamen berbahan tenun tradisional seperti endek atau batik Bali.
"Kamen menutupi mata kaki, tumit kelihatan dan tidak diwiru. Karena wiru itu bukan budaya Bali. Sementara untuk alas kaki, aturannya tidak tertutup (ujung jari kelihatan), bukan selop/sandal jepit," katanya.
Sedangkan para laki-laki, ia mengatakan, sebaiknya mengenakan kemeja lengan pendek atau panjang berbahan endek/katun/batik Bali, bawahan kamen lengkap dengan kampuh dan umpal, juga udeng berbahan endek/batik Bali.
AA Ayu Ketut Agung juga memperagakan tata rias rambut sederhana untuk ke kantor dan tata cara mengenakan busana untuk laki-laki.
Baca juga: Pemprov Bali sosialisasikan Pergub Busana Adat ke pelaku usaha
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019