"Saya sangat prihatin saat mendengar laporan bahwa sanksi ini bertujuan mengubah pemerintah Venezuela," kata Rapporteur Khusus PBB Idriss Jazairy dalam satu pernyataan tertulis.
Jazairy mengatakan sanksi tersebut dapat memicu krisis kesehatan.
"Sanksi yang dapat mengarah kepada kelaparan dan kekurangan medis bukan jawaban bagi krisis di Venezuela," katanya.
Ia menyatakan krisis di Venezuela takkan bisa diselesaikan dengan sanksi.
"Memicu krisis kemanusiaan dan ekonomi bukan landasan bagi penyelesaian sengketa secara damai," kata Jazairy, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat siang.
Jazairy menyerukan pemberian kasih sayang buat rakyat Venezuela.
Baca juga: PBB: Hampir 5.000 orang tinggalkan Venezuela setiap hari
Baca juga: AS siapkan sejumlah kebijakan untuk tekan Venezuela
Ia juga menyeru masyarakat internasional agar terlibat dalam dialog konstruktif dengan Venezuela guna menyelesaikan masalah itu.
Pada Senin, AS menjatuhkan sanksi atas perusahaan minyak milik negara di Venezuela, PDVSA, dan perusahaan cabangnya di AS, Citgo, untuk menekan Presiden Nicolas Maduro agar mundur dari jabatan.
Negara Amerika Selatan tersebut telah diguncang protes sejak 10 Januari, ketika Maduro diambil sumpahnya untuk masa jabatan kedua setelah pemilihan umum yang diboikot oleh oposisi.
Ketegangan meningkat ketika pemimpin oposisi Juan Guaido mengumumkan dirinya sebagai Penjabat Presiden pada 23 Januari.
Baca juga: Parlemen Uni Eropa akui Guaido presiden sementara Venezuela
Baca juga: Wapres AS akan ikuti aksi mendukung Guaido di Miami
Di antara negara yang mengakui pengumuman Guaido adalah AS, Brazil, Argentina, Kanada, Chila, Kolombia, Kosta Rika, Ekuador, Guatemala, Panama, Paraguay dan Organisasi Negara Amerika.
Bolivia dan Mexico terus mengakui Maduro.
Rusia, China dan Iran juga mendukung Maduro, demikian pula dengan Turki.
Negara besar di Eropa --Inggris, Jerman, Prancis dan Spanyol-- menyeru Maduro agar mengumumkan pemilihan umum baru guna meredakan krisis.
Redaktur: Mohamad Anthoni
Pewarta: Antara
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019