"Itu murni pidana, tidak ada politik. Mulutnya kan salah karena bohong, fitnah," kata Profesor Romli melalui siaran pers yang dikirim ke Antara Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, kasus Ratna yang sekarang sudah dilimpahkan berkas dan tersangkanya dari kepolisian ke kejaksaan, bisa segera diproses di persidangan.
"Kalau sudah sampai P21 berarti sudah cukup bukti dan sudah bisa disidang," ujarnya.
Romli pun mendorong polisi untuk terus mengembangkan penyidikan kasus ini. Pasalnya tidak menutup kemungkinan ada orang lain yang terlibat dalam kasus ini selain Ratna.
"Jangan (berhenti di Ratna), banyak (yang diduga terlibat) kalau polisi mau usut," kata dia.
Oleh karena itu, Romli mengatakan penegak hukum harus mengusut tuntas kasus Ratna karena dia tidak mungkin sendiri. Terlebih penyebaran informasi hoaks soal Ratna sempat menggiring opini bahwa aparat yang melakukan tindak kekerasan.
"Harus (diusut tuntas) karena tidak mungkin sendiri, waktu dia ngomong di berita, kan banyak yang bela bahwa itu dipukuli. Bahkan seolah-olah digebukin aparat," katanya.
Kasus hoaks Ratna Sarumpaet bermula dari foto lebam wajahnya yang beredar di media sosial. Sejumlah tokoh mengatakan Ratna dipukuli orang tak dikenal di Bandung, Jawa Barat.
Namun, Ratna mengklarifikasi kalau berita penganiayaan terhadap dirinya itu bohong setelah seorang dokter bedah plastik menyebut lebam di wajah Ratna merupakan hasil operasi plastik.
Atas kebohongan publik itu, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: Anggota DPR dukung Polri usut pihak lain kasus Ratna
Baca juga: Kuasa hukum Ratna Sarumpaet siapkan bukti untuk hadapi persidangan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019