Bagaimana tidak, pada waktu itu, sekitar pukul 22.00 WIB, terungkap ada gudang penyimpanan narkoba yang berlokasi di dalam laboratorium sekolah Islam itu.
Tiga orang tersangka, AN (29), DL (29), dan CP (30), yang masing-masing merupakan kakak-beradik yang terhitung kerabat salah satu pejabat dan alumni sekolah itu, ditahan Polsek Kembangan, Polres Metro Jakarta Barat.
Tersangka AN saat ditahan menunjuk tempat-tempat dia bertransaksi narkoba. Kemudian anggota Satuan Reserse Narkoba Polsek Kembangan mengembangkan kasus hingga menangkap tersangka DL dan CP di sekolah kawasan Kembangan Jakarta Barat yang menyimpan narkoba, psikotropika golongan IV dan obat daftar G itu.
Barang bukti yang disita terdiri dari shabu-shabu seberat total 355,56 gram dengan satu set alat hisap shabu-shabu, dan dua timbangan digital.
Sedangkan psikotropika golongan IV dan obat-obatan daftar G di antaranya aprazolam, mercy nerlopam, mercy valdimex, mercy atarax, dumolid, calmlet aprazolam, hexymer 2, dan tramadol dengan total 7.910 tablet.
Barang-barang haram itu diinformasikan berasal dari AN yang mendapatkan narkoba dari seseorang berinisial BD yang kini buron. BD sendiri merupakan kaki tangan bandar narkoba berinisial LK yang mendekam di lapas.
Kasus Perdana
Tersentaknya publik, karena ini merupakan kasus perdana penggunaan laboratorium sekolah sebagai gudang tempat menyimpan narkoba di Indonesia.
Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), penggunaan lab menjadi gudang narkoba sebenarnya pernah terjadi di lingkungan pendidikan yakni di tingkat perguruan tinggi.
"Namun untuk di tingkat sekolah ini baru pertama kali terjadi," kata anggota KPAI, Retno Listyarti, saat dikonfirmasi.
Dari keterangan polisi, tersangka AN menjadi pengedar narkoba karena ingin mencari biaya nikah. Sedangkan DL dan CP mau menerima titipan dan menyimpan narkoba karena dijanjikan keuntungan dari tersangka AN.
DL disebut menerima upah Rp100.000-500.000 sekali penitipan dan juga dapat mengonsumsi sabu secara gratis.
Baik AN maupun DL dan CP kepada penyidik mengaku baru pertama kali menyimpan narkoba dan obat-obatan terlarang itu di lingkungan sekolah. Selama ini, para tersangka mengaku hanya pemakai narkotika jenis sabu yang sudah sekitar setahun.
Meski masih belum bisa dipastikan siapa yang menjadi target pasar para pelaku, apakah di luar sekolah atau di dalam sekolah, bahkan para siswa sendiri, KPAI menilai harua ada tindakan tegas dari kepolisian karena ada kekhawatiran timbulnya penilaian bahwa menyimpan narkoba di sekolah adalah suatu tindakan yang aman.
"Dinas Pendidikan DKI Jakarta bekerjasama dengan BNN harus melakukan tes urin kepada seluruh warga sekolah agar bisa dipastikan yayasan tersebut tidak dijadikan pasar oleh para pengedar narkoba. Ini harus dilakukan karena jika hanya memerintahkan yayasan saja, ada kemungkinan tidak semua orang di tes urine karea mungkin saja sekolah tidak memiliki anggaran, mengingat yayasan Al-Kamal ini memiliki siswa dan mahasiswa mencapai ribuan orang," ujar Ratna.
Butuh tindakan tegas
Kendati belum ada kepastian berapa orang unsur di dalam yayasan pendidikan Al Kamal yang menjadi pasar dari peredaran narkoba, Agustus 2018 lalu Badan Narkotika Nasional (BNN) pernah merilis temuan survei terkait pengguna narkoba.
Secara keseluruhan, berdasar survei BNN tersebut, 24 persen di antaranya adalah pelajar.
Dengan jumlah siswa dari tingkat SD hingga SMA atau SMK menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sekitar 50 juta, atau sekitar 18-20 persen dari jumlah penduduk Indonesia (264 juta jiwa), menjadikan siswa sekolah menjadi salah satu incaran menggiurkan para bandar narkoba.
Dengan terungkapnya kasus salah satu fasilitas sekolah Yayasan Al Kamal manjadi gudang penyimpanan narkoba dan tingginya potensi para siswa menjadi pangsa pasar bandar narkoba, membuat Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, berang.
Ia bahkan meminta polisi menindak tegas para pelaku hingga ditembak mati. "Kita jangan main-main, ini masalah pendidikan, regenerasi bangsa kita, harus ditindak tegas jika perlu ditembak mati para pelaku tersebut," kata dia.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang pernah menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan, juga menilai harus adanya tindakan tegas itu, termasuk soal tembak mati, namun pada sisi lain, dia meminta pihak sekolah tidak tinggal diam apabila mengetahui aktivitas terkait peredaran narkoba di lingkungan pendidikan.
"Kabar seperti itu, enggak mungkin orang di situ enggak dengar. Nah, pihak sekolah tidak boleh tinggal diam. Jadi meskipun tidak ada siswa yang terlibat langsung tapi lokasinya dipakai, ini menjadi warning dan perlu diambil tindakan segera," kata dia.
Kendati sebagian besar pihak yang resah mengenai tingginya kemungkinan peredaran narkoba di ligkungan sekolah sepakat dengan adanya tindakan tegas hingga tembak mati, namun perlu ada juga peran serta semua elemen masyarakat termasuk dari pihak sekolah dan siswanya untuk memerangi ancaman narkoba yang telah ada di depan mata ini.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019