• Beranda
  • Berita
  • Indonesia-Swiss tanda tangani Perjanjian Mutual Legal Assistance

Indonesia-Swiss tanda tangani Perjanjian Mutual Legal Assistance

5 Februari 2019 16:29 WIB
Indonesia-Swiss tanda tangani Perjanjian Mutual Legal Assistance
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly (kiri) menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter (kanan) di Bernerhof Bern, Swiss, Senin (4/2/2019) (ANTARA News/HO/KBRI Bern)

Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya

Jakarta (ANTARA News) – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bernerhof Bern, Swiss, Senin (4/2).

Menurut siaran pers KBRI Bern yang diterima di Jakarta, Selasa, penandatanganan perjanjian tersebut setelah melalui dua kali putaran perundingan, yakni di Bali pada 2015 dan di Bern, Swiss, pada 2017.  Perjanjian tersebut juga menandai keberhasilan diplomasi Indonesia di Swiss di bidang hukum.

 

Dijelaskan, perjanjian yang terdiri dari 39 pasal ini antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.

 

Menteri Yasonna menyatakan bahwa perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud).

 

“Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya”, katanya.

 

Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.

 

Duta Besar RI Bern Muliaman D. Hadad yang mendampingi Menkumham pada upacara  penandatanganan tersebut menyatakan bahwa perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa.

 

Dubes Muliaman menambahkan bahwa penandatanganan MLA menggenapi keberhasilan kerja sama bilateral RI-Swiss di bidang ekonomi, sosial dan budaya, yang selama ini telah terjalin dengan baik.

 

Penanandatanganan Perjanjian MLA ini sejalan dengan program Nawacita, dan arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2018 di mana Presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerja sama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (asset recovery).

 

Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan perjanjian MLA yang ke 10 yang telah ditandatangani oleh Pemerintah RI. Sebelumnya dengan Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran. Bagi  Swiss perjanjian MLA itu merupakan perjanjian yang ke 14 dengan negara non-Eropa.*


Baca juga: Indonesia ajak ASEAN dan mitranya kembangkan konsep Indo-Pasifik

Baca juga: Indonesia terima kunjungan menteri luar negeri Polandia setelah 21 tahun

Baca juga: Kemenlu: kerja sama OKI bidang obat-obatan penting



Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019