Ini kata pengamat tentang konsep MRT yang benar

6 Februari 2019 11:15 WIB
Ini kata pengamat tentang konsep MRT yang benar
Illustrasi: Petugas melakukan pengecekan kereta Mass Rapid Transit (MRT) di Stasiun Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (17/1/2019). Jelang peresmian MRT yang akan dilaksanakan pada Maret 2019 tersebut masyarakat dapat mencoba secara gratis moda transportasi itu mulai 27 Februari. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Orang yang keluar dari kereta MRT bisa langsung ke kantor

Jakarta (ANTARA News) -  MRT Jakarta harus dapat benar-benar terintegrasi dengan konsep transit oriented development (TOD) atau pengembangan kawasan yang memudahkan orang-orang di dalamnya untuk berpindah dari satu titik ke titik yang lainnya.

"Selama ini belum ada langkah kongkrit penerapan TOD (dalam MRT Jakarta)," kata pengamat transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas, ketika dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, agar konsep TOD benar-benar diselaraskan dalam MRT, harus mengurangi egoisme sektoral baik dari segi swasta maupun pihak pemerintah.

Darmaningtyas mencontohkan, perpaduan TOD-MRT yang baik dapat dilihat di negara tetangga, Singapura, di mana akses untuk MRT juga berada di balik berbagai kawasan komersial seperti perkantoran dan pertokoan.

"Orang yang keluar dari kereta MRT bisa langsung ke kantor,"  imbuhnya.

Untuk itu, ia menginginkan agar berbagai pihak benar-benar dapat memikirkan penerapan TOD yang pas untuk bisa menyelaraskan konsep tersebut dengan MRT Jakarta.

Sebelumnya, pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno menyatakan, penerapan konsep TOD yang dilakukan di sejumlah titik di Jabodetabek masih salah kaprah dan kurang sesuai.

"Konsepsi TOD diaplikasikan berbeda dengan konsep yang sebenarnya," kata Djoko Setijowarno kepada Antara Jakarta, Selasa.

Djoko memaparkan, TOD yang sebenarnya adalah konsep pengembangan suatu wilayah yang berorientasi transit transportasi yang lebih mengedepankan perpindahan antarmoda transportasi dengan berjalan kaki atau upaya yang tidak menggunakan kendaraan bermotor.

Namun di Indonesia, menurut dia, konsep TOD lebih diterjemahkan dalam membangun apartemen dan gedung bisnis di stasiun kereta. "Kendali TOD di pemerintah atau pemda bukan pebisnis," katanya.

Ia berpendapat bahwa pada saat ini di Jabodetabek, pemerintah hanya berperan dalam pemberian izin bangunan saja.

Djoko juga menyoroti mengapa TOD diterjemahkan dengan perlunya ada ruang parkir untuk memfasilitasi kendaraan pribadi warga.

Padahal seharusnya yang diutamakan adalah bagaimana masyarakat dapat berpindah-pindah dengan beragam moda angkutan umum hanya dengan berjalan kaki saja.

Untuk itu, ujar dia, agar konsep TOD bila ingin diterjemahkan ke dalam MRT maka seharusnya manajemen MRT bekerja sama dengan berbagai moda angkutan umum lainnya, seperti bus kota.

Selain itu, dalam kerja sama tersebut, perlu pula dipertimbangkan apakah terdapat akses yang mudah bagi pejalan kaki untuk berpindah, misalnya dari MRT ke moda busway atau transjakarta.

Baca juga: Pengamat: Penentuan tarif MRT Jakarta tergantung arah politik

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019