Sebelumnya, kata Febri, KPK juga tergabung dalam tim perumus kerja sama asistensi hukum antara Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian Indonesia, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ditjen Pajak, dan lain-lain.
Terkait kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi, lanjut Febri, sebenarnya ada beberapa jalur yang dapat digunakan.
"Pertama perjanjian bileteral, misalnya perjanjian MLA, perjanjian ekstradiksi. Kedua, perjanjian multilateral. Ketiga, menggunakan konvensi internasional seperti UNCAC (UN Convention against Corruption) atau UNTOC (UN Convention against Transnational Organized Crime), dan keempat hubungan baik antar negara," kata dia.
Menurut dia, penguatan kerja sama internasional sangat penting artinya dalam penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi. "Selain karena korupsi dan kejahatan keuangan lainnya sudah bersifat transnasional dan lintas negara, perkembangan teknologi informasi juga semakin tidak mengenal batas negara," ucap Febri.
Oleh karena itu, kata dia, kerja sama asistensi hukum dan sarana perjanjian internasional lainnya memiliki arti penting, termasuk kerja sama asistensi hukum antara Indonesia dan Swis yang baru saja ditandatangani itu.
"Namun, selain adanya perjanjian MLA, kapasitas penegak hukum juga sangat penting karena proses identifikasi mulai penyelidikan hingga penuntutan sangat penting untuk bisa menemukan adanya alat bukti atau hasil kejatahan yang berada di luar negeri," kata dia.
Dengan semakin lengkapnya aturan internasional, ucap dia, maka hal itu akan membuat ruang persembunyian pelaku kejahatan untuk menyembunyikan aset hasil kejatan dan alat bukti menjadi lebih sempit.
"Contoh kasus yang pernah ditangani KPK yang didukung oleh kerja sama internasional baik bilateral, multilateral ataupun menggunakan konvensi Internasional seperti UNCAC dan UNTOC di berbagai negara, yaitu Innospec, Alstom, KTP elektronik, Garuda Indonesia, Rusdiharjo, serta M Nazaruddin, dan Neneng Sri Wahyuni (pengembalian buron)," tuturnya.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia dan Swiss pada Senin (4/2) lalu menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA).
Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019