Menurut dia, literasi digital tidak sekadar menunjukkan setiap orang bisa menggunakan medsos atau media internet lainnya, tetapi juga cakap dalam memanfaatkan teknologi dan perangkatnya serta bertanggung jawab terhadap konten yang diunggahnya.
"Walau medsos itu akunnya bersifat pribadi dalam pengertian dibangun dan dimiliki oleh pengguna itu sendiri, tetapi konten yang diunggah pada dasarnya bersifat mass-self communication," ujar Rulli di Jakarta, Rabu.
Setiap orang yang terhubung dengan suatu akun dan dalam jaringannya pada dasarnya bisa mengakses konten yang diunggah oleh akun tersebut.
"Konten dan perilaku dalam dunia digital tidak bisa serta-merta diklaim sebagai aktivitas pribadi dan berada di ruang privasi semata," kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Karena itu, nilai-nilai dalam masyarakat offline yang juga harus dibawa dalam kehidupan masyarakat online meski dalam beberapa kasus banyak bermunculan nilai-nilai dan etika yang baru terkait budaya digital itu sendiri, katanya.
Menurut dia, menjaga kenyamanan dan kedamaian medsos merupakan tanggung jawab bersama, termasuk kesadaran untuk melaporkan konten negatif kepada pengelola atau admin medsos.
"Saya percaya kita sedang belajar banyak dalam menggunakan medsos. Yang terpenting adalah kesadaran masyarakat akan bahaya konten dan akun negatif di medsos itu yang harus ditumbuhkan," katanya.
Ia menegaskan bahwa melaporkan konten secara digital cukup mudah. Contoh, saat membuka Facebook di telepon genggam, akan ada titik tiga di atas status. Pengguna tinggal mengklik dan melaporkan apabila isi konten tersebut negatif.
"Apabila banyak yang melaporkan melalui mekanisme tersebut maka konten atau bahkan akun yang bersangkutan bisa dibekukan, dihilangkan, atau dihapus sama sekali," ujar Rulli.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019