"Melihat serangan yang sudah-sudah, (menyasar) angka, manipulasi data," kata Territory Channel Manager SEA Kaspersky Lab, Dony Koesmandarin, saat bertemu media di Jakarta, Kamis.
Isu serangan siber yang terjadi saat Pemilu, menurut Dony umumnya berkaitan dengan data tersebut. Adapun serangan fisik maupun teknis akan bermuara ke data.
"Karena kita semua menunggu data, misalnya quick count (hitung cepat)," kata dia.
Peretas pada umumnya mengincar segala sesuatu yang sedang menjadi pusat perhatian karena tujuan mereka sekarang bukan untuk mencari nama melainkan mencari pembuktian seberapa besar kerusakan yang mereka akibatkan.
"Hacker sekarang tidak mau nge-top (terkenal) karena nanti ditangkap," kata dia.
Motif mereka melakukan serangan pun banyak, ada yang bermuatan ekonomi karena mereka akan mendapat keuntungan setelah meretas, ada juga yang menjadikannya ajang pamer kemampuan.
Apapun motifnya, target mereka adalah merubah data.
Serangan yang dapat terjadi beragam, misalnya serangan langsung dengan membuat server sibuk sehingga tidak bisa diakses. Ketika mereka bisa mengakses data, mereka akan mengubahnya sehingga data menjadi tidak valid.
Peretas juga mungkin menyerang agar server down agar data tidak bisa diakses.
Ketika ditanya siapa yang dapat menjadi target serangan siber di masa Pilpres, apakah termasuk KPU maupun lembaga quick count, dia berpendapat siapa saja yang memegang data terkait perolehan suara bisa menjadi target.
"Siapa pun bisa menjadi sasaran," kata dia.
Serangan siber tersebut bisa berasal dari mana saja, baik dari dalam Indonesia maupun dari luar karena jika berbicara serangan melalui internet, tidak memandang ruang dan waktu, bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.
Baca juga: CIA nyatakan keterlibatan Rusia kacaukan Pemilu AS
Baca juga: Peretas Rusia dilaporkan curi rahasia dari NSA
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019