Memburu pertambangan bauksit ilegal

8 Februari 2019 14:41 WIB
Memburu pertambangan bauksit ilegal
Ilustrasi - Sejumlah truk pengangkut bauksit berada di sebuah sudut Pulau Bintan, Kepri, Sabtu (5/4). (ANTARA FOTO/Joko Sulistyo)
Tanjungpinang (ANTARA News) - Aktivitas pertambangan bauksit pada sejumlah pulau di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, mendapat sorotan pemerintah pusat.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turun tangan menangani permasalahan itu, meski di pemerintah daerah memiliki Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan sudah menugaskan tim penegakan hukum ke lokasi tambang bauksit, yang merusak lingkungan dan ilegal karena dilakukan di kawasan hutan.

"Tim Penegakan Hukum KLHK sudah di lapangan. Akan diambil langkah-langkah ," katanya, baru-baru ini.

Siti tidak menjelaskan langkah-langkah hukum yang dimaksudnya. "Nanti dilihat. Ada aturannya," kata Siti saat ditanya sanksi yang dikenakan kepada pelaku kejahatan lingkungan.

Kemudian sejak dua hari lalu hingga berita ini disiarkan Siti tidak merespons pertanyaan wartawan terkait hasil kerja tim penegakan hukum KLHK.

Kepala Kesatuan Pengelooan Hutan Produksi (KPHP) Bintan dan Tanjungpinang, Ruwa, membenarkan dalam sepekan terakhir, tim penegakan hukum KLHK berada di lokasi pertambangan bauksit di sejumlah pulau.

Tim KLHK didampingi tim dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri bergerak ke sejumlah lokasi tambang. Kawasan yang masuk hutan lindung sudah ditancapkan plang peringatan untuk tidak melakukan pertambangan di lokasi tersebut.

"Kami selama sepekan keluar-masuk pulau. Ada juga pihak yang menghambat kerja kami saat di lokasi tambang ilegal," kata Ruwa.

Karena itu, kata dia, pengawasan yang dilakukan di lokasi tambang ilegal itu didampingi TNI AD bersenjata lengkap.

Saat ini, ada empat perusahaan yang kedapatan melakukan penambangan ilegal. Perusahaan itu, yakni CV Demor, CV Gemilang Sukses, CV Azura Gemerlang dan CV Swakarya Mandiri.

Keempat perusahaan itu hanya diberikan surat teguran dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri pada 4 Februari 2019. Berdasarkan surat yang ditandatangani Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri Yerry Suparna, keempat perusahaan itu melakukan pertambangan ilegal di kawasan hutan produksi terbatas dan hutam produksi konversi di Tanjung Elong dan Pulau Koyang di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang.

Selain itu, perusahaan itu juga melakukan pertambangan ilegal di Pulau Buton dan Desa Air Glubi di Kecamatan Bintan Pesisir. Keempat perusahaan itu diduga melanggar UU Kehutanan dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Pemberantasan dan Pencegahan Hutan Lindung.

"Kasus ini sudah kami serahkan ke tim penyidik," ujarnya.

Sejumlah staf Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri juga sudah memberi penjelasan kepada tim penegakan hukum KLHK di Tanjungpinang.

Dari hasil verifikasi lapangan pengaduan dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan oleh kegiatan pertambangan bauksit oleh PT Gunung Bintan Abadi (GBA), diperoleh informasi bahwa perusahaan yang mendapat izin ekspor bauksit seberat 1,6 juta matrix ton itu merupakan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi dan Produksi (OP) Bauksit di Pulau Bintan.

PT GBA juga merupakan satu- satunya perusahaan yg memiliki izin ekspor untuk hasil tambang bauksit. 

"Kami sejak satu pekan lalu telah melakukan upaya pemeriksaan di lokasi pertambangan, upaya pengecekan dokumen perizinan perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan bauksit, dan upaya pemasangan plang peringatan status kawasan hutan. Kegiatan ini dilakukan dengan tiga kali turun ke lapangan," ucapnya.

"Isu yang perlu didalami dalam kasus ini adalah apakah PT GBA pada saat ini melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan?

Dari keterangan sementara pihak Dinas LHK Kepri, dari 11 lokasi yang diberitakan sebagai kegiatan pertambangan bauksit di Bintan, pertambangan PT GBA terdapat tiga lokasi pada sekitaran Desa dan Kelurahan Tembeling, Kecamatan Teluk Bintan. Blok dari kegiatan PT GBA ini untuk sementara disimpulkan merupakan non kawasan hutan (APL)," tegasnya.

Ketika ditanya kenapa isu itu dikembangkan melalui berita media massa, bukan dari hasil pengawasan, Ruwa tidak menjawabnya.

Ia mengatakan PT GBA memiliki izin beroperasi di Tembeling. Itu satu-satunya kawasan tambang yang diperbolehkan. Namun, ketika ditanya apakah diperbolehkan melakukan pertambangan bauksit di dekat Kantor kecamatan dan kelurahan, di depan Kantor Sistem Produksi Air Minum dan di dekat Mapolsek Teluk Bintan, Ruwa juga tidak menjawabnya. Padahal perusahaan itu sudah sekitar setahun beraktivitas.

"Izin khusus di lokasi itu diberikan oleh dinas terkait di Pemkab Bintan," katanya.

Di lokasi pertambangan bauksit yang berada dekat dengan perumahan warga di Tembeling Tanjung, seharusnya dibangun pertamanan. Dinas Perijinan Bintan memberi izin untuk pertamanan.

Lahan yang digunakan milik Pemda. Namun berdasarkan hasil penelusuran Antara, lokasi tersebut rusak parah akibat tambang bauksit, dan tidak ditemukan adanya taman.

Batu bauksit dari kawasan Bengku, dekat Tembeling Tanjung, juga ditabur di kawasan itu sebelum diangkut ke kapal tongkang yang sandar di pelabuhan Tembeling Tanjung.

"Hari ini tim gabungan Lingkungan Hidup dan Kehutanan rapat dengan Dinas ESDM Kepri. Kami ingin mengetahui daftar perusahaan yang mendapatkan ijin khusus," katanya.

Ia menambahkan tiga lokasi pertambangan bauksit lainnya yang berada pada areal penggunaan lain (APL). Tiga areal pertambangan lain ini, berdasarkan data sementara diperkirakan diusahakan oleh badan usaha lain (bukan PT GBA).

Sementara lima lokasi pertambangan lainnya terindikasi berada pada kawasan hutan. Kegiatan pertambangan yg berada di kawasan hutan tersebut, tiga lokasi dilakukan oleh badan usaha berbentuk CV. Tiga lokasi ini telah dikunjungi oleh staf Dinas LHK Kepri. Dua belum teridentifikasi karena belum dilakukan periksa secara menyeluruh.

"Berkaitan dengan IUP OP, pihak yg wajib memiliki izin lingkungan adalah perusahaan yang memegang IUP OP, dalam hal ini adalah PT GBA," katanya.

Ruwa melanjutkan, isu yang berkembang yang akan didalami oleh tim adalah terkait ijin lingkungan. "Apakah PT GBA memiliki izin lingkungan? Apakah PT GBA melaksanakan kewajiban yg terdapat di dalam Izin Lingkungan dalam pengelolaan lingkungan hidup? Pertanyaan ini akan ditindaklanjuti oleh tim esok hari," katanya.

Tim juga akan mendalami hubungan antara PT GBA dengan badan usaha lain yang melakukan pertambangan bauksit tersebut. Hal ini mengingat bahwa perusahaan yg mendapat izin ekspor bauksit adalah PT GBA.

"Kami juga akan mendalami bagaimana status legalitas badan usaha lain yang melalukan pertambangan bauksit di Pulau Bintan?" ucapnya.

Tadi siang, kata dia tim penegakan hukum KLHK melakukan pengawasan di Tembeling, namun belum diketahui hasilnya.

"Anggota kami mendampingi mereka," katanya.

Ketika wartawan minta diikutsertakan dalam kegiatan tersebut, Ruwa mengatakan tim belum mengijinkannya. "Teman-teman wartawan dan LSM diminta bersabar," ucapnya.



Tinjau Ulang

Anggota Komisi III DPRD Kepri Surya Makmur Nasution meminta pemerintah meninjau kembali pemberian izin terhadap perusahaan yang melakukan penambangan.

"Perlu pengawasan yang ketat sehingga tidak terjadi pelanggaran. Jangan hanya memberikan ijin, tetapi tidak diawasi," ujar politikus dari Partai Demokrat ini.

Surya mengatakan permasalahan pertambangan bauksit di Bintan sudah dibicarakan dengan pimpinan komisinya. Dalam waktu dekat, Kepala Dinas ESDM Kepri akan dipanggil untuk dimintai penjelasan terkait ijin yang diberikan untuk pertambangan.

"Kami masih menggali data, termasuk turun ke lapangan," ucapnya.

Surya mengatakan pertambangan bauksit harus memberi dampak positif bagi daerah dan masyarakat, bukan justru sebaliknya.

Terkait persoalan kerusakan akibat pertanbangan bauksit, Surya belum mau mengomentarinya. Namun, ia mengatakan aktivitas pertambangan bauksit di Bintan, khususnya di sekitar Tembeling cukup massif.

"Tentu ini harus diawasi agar tidak menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat. Mungkin bukan hari ini dirasakan dampak negatifnya oleh masyarakat, melainkan bisa 5-10 tahun mendatang," katanya.

Berdasarkan data Antara, Ditjen Perdagangan Luar Negeri memberi ijin PT Gunung Bintan Abadi (GBA) untuk mengekspor bahan tambang dengan kriteria tertentu mulai Maret 2018 selama setahun.

Keputusan Ditjen Perdagangan Luar Negeri itu setelah Gubernur Kepri Nurdin Basirun memberi IUP Operasi Produksi melalui Surat Keputusan Nomor 948/KPTS-18/V/2017 tertanggal 10 Mei 2017. Tidak tanggung-tanggung, sejak Maret 2018-Maret 2019 perusahaan itu mendapat kuota batu bauksit seberat 1,6 juta ton.

Perusahaan itu pun membangun kerja sama dengan sejumlah perusahaan agar batu bauksit yang disedot dari bumi Segantang Lada mencapai target untuk diekspor ke China.

Keputusan pemerintah pusat yang memberi peluang bisnis kepada bos PT GBA, Jupen, dimanfaatkan oleh sejumlah pihak yang sejak setahun lalu mulai bergerilya mencari peluang dengan berbagai cara agar mendapatkan lahan yang mengandung bauksit. Perusahaan itu selain melakukan penambangan juga menampung batu bauksit yang dijual berbagai pihak.

Sementara perusahaan lainnya, yang tidak mengatongi izin, mendadak di bidang lain, dan kemudian mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUKP) agar dapat mengangkut dan menjual bauksit kepada PT GBA.

Perusahaan itu berdalih saat melakukan aktivitas, kemudian menemukan material bauksit. Padahal pengurusan izin usaha itu dilakukan setelah diketahui lahan yang akan digarap tersebut mengandung bauksit dengan kadar alumunium tinggi.

Berdasarkan data yang diterima Antara, sedikitnya ada sembilan perusahaan yang tidak bergerak di bidang pertambangan, namun mendapat izin khusus untuk mengangkut dan menjual batu bauksit.

Izin itu diberikan PTSP Kepri melalui rekomendasi Dinas Pertambangan dan ESDM Kepri. Sebagai contoh, perusahaan ingin membangun gudang, kemudian menemukan bauksit, serta pembangunan taman.*


Baca juga: Bumi Segantang Lada "dikoyak" tambang bauksit

Baca juga: Gakkum KLHK sita tujuh ekskavator tambang Ketapang


 

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019