"Penanganannya beda-beda tergantung jenis kerawanan bencana di daerah tersebut," kata Lili di acara diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk Peta Potensi Bencana dan Implementasi Mitigasi Bencana, di Jakarta, Jumat.
Sekolah yang mendapatkan program ini, kata dia, diterapkan tiga pilar yakni pertama, soal pembenahan fasilitas sekolah. "Dilihat fasilitasnya sudah memadai belum. Bila sekolahnya di lokasi rawan gempa, harus diperkuat struktur sekolahnya".
Kemudian pilar kedua, manajemen penanggulangan bencana. Dalam manajemen penanggulangan bencana, siswa, guru dan karyawan sekolah diedukasi tentang alur penyelamatan diri saat bencana terjadi.
"Mereka harus paham betul di mana tempat-tempat aman di sekolah mereka. Jalur evakuasi dibuat, anak-anak dilatih," katanya.
Pilar ketiga adalah penerapan muatan lokal kebencanaan. "Ini (muatan lokal kebencanaan) bukan program nasional, tapi hanya untuk sekolah-sekolah di daerah rawan bencana," kata Lili.
Ia menjelaskan, muatan lokal ini dibuat atas kerja sama BNPB dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sedangkan untuk penerapan di sekolah-sekolah di daerah, melibatkan Dinas Pendidikan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Selain itu, sekolah juga harus mengajarkan keterampilan khusus saat kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, yang menunjang kesiapan siswa menghadapi bencana.
Lili menambahkan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kebencanaan melalui pendidikan di sekolah telah dilakukan sejak 2012.
Meski demikian, saat ini, upaya tersebut lebih digencarkan pasca rentetan bencana alam yang terjadi di 2018.
"Sudah diterapkan sejak 2012 tapi belum semasif sekarang," katanya. ***3***
Baca juga: Akademisi-pakar kebencanaan dilibatkan teliti titik rawan bencana
Baca juga: Indonesia dan Inggris kerja sama danai riset kebencanaan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019