• Beranda
  • Berita
  • "Shelter" dan "desa paseduluran" sistem pengungsian hadapi bencana Merapi

"Shelter" dan "desa paseduluran" sistem pengungsian hadapi bencana Merapi

9 Februari 2019 07:02 WIB
"Shelter" dan "desa paseduluran" sistem pengungsian hadapi bencana Merapi
Pengenalan Waspada Bencana Seorang pengajar memberi pengenalan karakteristik bencana erupsi gunung Merapi kepada puluhan siswa taman kanak-kanak di Taman EWS (Eleng Waspada Siaga), Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (10/10). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten itu guna memperkenalkan berbagai jenis bencana dan penanggulangan mitigasi bencana sejak dini. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Yang bisa digunakan adalah tempat umum yang tertutup, seperti balai desa, tempat ibadah, aula, rumah penduduk. Kalau sekolah tidak boleh digunakan karena untuk kegiatan belajar mengajar

Klaten, Jateng (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menyatakan sistem pengungsian yang akan diterapkan dalam menghadapi bencana Merapi, di antaranya menggunakan fasilitas "shelter" dan "desa paseduluran".

"Yang bisa digunakan adalah tempat umum yang tertutup, seperti balai desa, tempat ibadah, aula, rumah penduduk. Kalau sekolah tidak boleh digunakan karena untuk kegiatan belajar mengajar," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Klaten, Nur Tjahtjono Suharto, di Klaten, Jumat.

Ia mengatakan untuk rumah warga yang bisa digunakan, salah satunya yang dalam kondisi kosong.

Menurut dia, jika mengikuti standar layak luas ruangan 3 meter persegi/orang, khusus untuk shelter tersebut diperkirakan setiap titiknya hanya bisa digunakan untuk sekitar 250 orang.

Padahal jumlah warga yang berasal dari tiga desa yang masuk kawasan rawan bencana (KRB) mencapai ribuan. Sebagai rincian, jumlah warga Desa Sidorejo sekitar 4.000 orang, Desa Balerante mendekati 3.000 orang, dan Tegalmulyo sekitar 3.000 orang.

Oleh karena itu, mengingat keterbatasan shelter tersebut warga mengusulkan adanya "desa paseduluran".

"Untuk jumlahnya bertambah, dari 15 desa menjadi 25 desa penerima. Kami juga intens untuk memastikan siapa berbuat apa dan bagaimana. Sudah ada koordinasi antara pemerintah desa setempat dengan desa penerima," katanya.

Sementara itu, terkait arahan pengungsian, pihaknya mengikuti rekomendasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).

"Harus ada perintah dulu, kalau perintahnya adalah menurunkan (mengungsikan, red) warga ya kami ikut. Kalau belum ada arahan ya jangan dilakukan karena ini menyangkut ketenangan dan ekonomi masyarakat," katanya.

Terkait hal itu, pihaknya juga melibatkan relawan lokal Merapi. Menurut dia, para relawan sudah terlatih untuk mengarahkan warga jika sewaktu-waktu terjadi bencana.

Baca juga: Latihan gabungan digelar untuk penanggulangan bencana Gunung Merapi

Baca juga: Tiga Desa di Klaten Tertutup Abu Merapi

Baca juga: Pengungsi di Klaten Capai 40 Ribu Lebih

Pewarta: Aries Wasita Widi Astuti
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019