"Terus terang saya sangat gembira dengan situasi seperti ini. Selamat kepada pers yang masih sangat dipercaya masyarakat," ujarnya di sela sambutan Puncak Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Grand City Surabaya, Sabtu.
Menurut dia, tidak mudah membuat publik percaya di tengah persaingan media sosial yang marak dengan suguhan-suguhan informasinya.
Berdasakan data yang disampaikannya, pada 2016 tingkat kepercayaan terhadap media konvensional 59 persen dan 45 persen ke media sosial, kemudian pada 2017 mencapai 58 persen terhadap media konvensional dan 42 persen ke media sosial.
Berikutnya, pada 2018 tingkat kepercayaan terhadap media konvensional mencapai 63 persen dan 40 persen untuk media sosial.
"Dari data itu, semakin ke sini semakin besar kepercayaan publik. Ini harus dipertahankan," ucap Jokowi.
Era media sosial, kata dia, membuat siapa pun dapat bekerja sebagai jurnalis, tetapi tidak sedikit yang menyalahgunakan media sosial untuk menebar ketakutan di ruang publik.
"Sekarang setiap orang bisa bisa menjadi wartawan dan pemimpin redaksi, tetapi kadang digunakan untuk menciptakan kegaduhan, ada juga yang membangun ketakutan pesimisme," katanya.
Presiden memisalkan, saat pemerintah menyampaikan satu informasi yang berisi kabar baik dan fakta, yang muncul di ruang publik justru disimpulkan sebagai satu pencitraan semata.
"Ketika pemerintah menyampaikan well infomation society, jangan diartikan sebagai kampanye atau pencitraan, tetapi itu untuk membangun masyarakat yang sadar akan informasi," katanya.
Jokowi berharap di tengah kegaduhan dan masifnya peredaran berita bohong atau hoaks, media konvensional yang profesional dapat menjadi pengendali suasana, mencari kebenaran dan fakta.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2019