Pers jangan lelah kritik pemerintah

9 Februari 2019 23:24 WIB
Pers jangan lelah kritik pemerintah
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kedua kiri) bersama Ketua Umum PWI Pusat Atal Sembiring Depari (kanan), Direktur Utama BNI Achmad Baiquni (ketiga kanan), dan Direktur Hubungan Kelembagaan BRI Sis Apik Wijayanto (kanan) saling menyapa sebelum penandatangan nota kesepahaman (MoU) pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN), di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (9/2/2019). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jayapura (ANTARA News) - Pers di Papua dan Papua Barat jangan lelah kritik pemerintah untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Ketua Indonesian Journalist Network atau Jaringan Jurnalis Indonesia Provinsi Papua dan Papua Barat, Roberth RI Vanwi, di Jayapura, Sabtu, menanggapi Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari 2019.

Menurut dia, sebagai pihak yang bertugas dan bertanggung jawab, pemerintah sudah seharusnya menerbitkan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat.

Karena ada oknum di pemerintah justru menyimpangkan kepercayaan masyarakat dengan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Dengan kondisi tersebut, pengawasan terhadap pemerintah perlu dilakukan termasuk di Provinsi Papua dan Papua Barat. Karena peran tersebut dapat diemban pers," katanya.

Apalagi sebagai lembaga sosial, pers menghubungkan pemerintah dengan masyarakat dan sebaliknya. Hal itu dilakukan dengan memberikan informasi kepada masyarakat, terkait rencana maupun realisasi kebijakan pemerintah yang pasti berhubungan dengan kepentingan masyarakat.

Pers juga bisa menyampaikan usul maupun respon masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.

Peran pers dilakukan melalui pemberitaan menggunakan wadah media massa, baik cetak, elektronik maupun siber.

"Pengawasan perlu dilakukan untuk menghindari penyimpangan tanggung jawab pemerintah. Selain itu, pengawasan berfungsi menyelaraskan kebijakan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat," katanya.

Sebab meskipun bertujuan bagi kepentingan masyarakat, kata dia, kebijakan pemerintah kerap tidak sesuai dengan keperluan masyarakat.

"Dalam teori pers, tanggung jawab sosial, peran pengawasan yang dilakukan pers menjadikannya sebagai pilar keempat dalam pemisahan kekuasaan setelah legislatif (pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang), dan yudikatif (pengadil pelanggar undang-undang)," katanya.

Peran pengawasan tersebut menjadikan pers dikenal sebagai anjing penjaga (watchdog) kekuasaan.Sebagai anjing penjaga, pers menyampaikan hasil pengawasan kepada masyarakat.

"Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam bukunya The Elements of Journalism menyatakan, jurnalis selaku ujung tombak pers harus loyal terhadap masyarakat atau mementingkan kepentingan publik. Alasannya sederhana, hasil pengawasan terhadap kekuasaan yang dilakukan pers pada akhirnya bertujuan untuk kepentingan masyarakat," katanya.

"Pers juga harus independen, apalagi terhadap kekuasaan yang menjadi objek pengawasan," katanya.

Sikap independen akan menjadikan pers berdiri tegak menyampaikan kebenaran. Selain independen, pers juga harus bersikap kritis untuk bisa mengabarkan kebenaran.

Pers yang berpihak pada kepentingan kekuasaan bisa dipastikan tidak akan memiliki sikap kritis. Bahkan, pers tersebut cenderung hanya akan menjadi corong pemerintah.

Melalui sikap independen dan kritis, pers diharapkan mampu mengawal kebijakan pemerintah supaya membela kepentingan masyarakat. Sehingga, tujuan negara sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 dapat segera terwujud, kata Roberth.*


Baca juga: Pers jadi penopang keberhasilan pembangunan

Baca juga: Menteri PUPR terima Golden Award SIWO PWI 2019


 

Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019