• Beranda
  • Berita
  • Jenis-jenis polutan kendaraan dan bahayanya bagi kesehatan

Jenis-jenis polutan kendaraan dan bahayanya bagi kesehatan

14 Februari 2019 14:25 WIB
Jenis-jenis polutan kendaraan dan bahayanya bagi kesehatan
Arsip Foto. Suasana gedung bertingkat terlihat samar oleh selimut kabut dan asap polusi di Jakarta Selatan, Kamis (26/7/2018). Greenpeace Indonesia menyatakan berdasarkan data dari pemantau kualitas udara AirVisual pada Selasa (24/7/2018) lalu Jakarta menjadi kota dengan polusi tertinggi di dunia dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) 183, disusul Krasnoyarsk, Russia, dengan 181, kemudian Lahore, Pakistan sebesar 157. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Panduan parameter pencemar udara dan dampaknya bagi kesehatan yang terbitan Kementerian Kesehatan tahun 2001 menyebut beberapa polutan bersumber dari kendaraan dan berbahaya bagi kesehatan.

Menurut panduan yang diterbitkan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemar Udara, pencemar udara meliputi sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), oksidan (O3), hidro karbon (HC), PM 10, PM 2.5, TSP (debu), Pb (timah hitam), dan debu jatuh. Sementara polutan yang bersumber dari kendaraan bermotor terdiri atas CO, NO2, HC, partikel debu yang terdiri dari PM 10 dan PM 2.5, dan Pb.

CO

Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa, dan pada suhu udara normal membentuk gas yang tidak berwarna serta mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya. Sumber CO selain dari alam juga banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar bensin.

Organsisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut 90 persen CO di udara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain kendaraan, asap rokok juga mengandung CO.

CO bisa berikatan dengan hemoglobin atau sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, sehingga memblokir penyaluran oksigen dalam darah (HbO2) dan meningkatkan carbon monoksida dalam darah (HbCO). Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan otot jantung dan susudan saraf pusat yang bisa berkaitan dengan penyakit kardiovaskular. 


NO2

Nitrogen dioksida merupakan gas berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam, tidak seperti nitrogen monoksida (NO) yang tidak berwarna dan berbau. Nitrogen oksida (NOx) merupakan kelompok gas nitrogen yang terdapat di atmosfer, terdiri dari NO dan NO2.

Kadar NOx di udara perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi dari udara pedesaan. Emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, karena sumber utama NOx dari pembakaran yang kebanyakan disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi, dan pembuangan sampah.

Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin. Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan NO2 empat kali lebih beracun dari NO, terutama pada paru-paru.

Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90 persen kematian disebabkan oleh gejala pembengkakan paru. Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100 persen kematian pada binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.

Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit pada manusia mengakibatkan kesulitan bernapas.


HC

Hidrokarbon adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan, maupun benda padat. HC yang berupa gas akan bercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya.

Hidrokarbon dapat berasal dari emisi proses industri. Sumber HC dapat pula berasal dari transportasi. Kondisi mesin kendaraan yang kurang baik akan menghasilkan hidrokarbon. 

Pada umumnya kadar HC di udara perkotaan tinggi pada pagi hari, turun di siang hari, kembali tinggi pada sore hari, dan turun saat malam hari.

Hidrokarbon di udara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut Pycyclic Aromatic Hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalu lintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
 
Petugas dari Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Pusat melakukan uji emisi kendaraan di Kawasan Gambir, Jakarta, Selasa (17/7/2018). Uji emisi kendaraan tersebut untuk menekan tingkat pencemaran udara akibat gas buang kendaraan yang tidak sesuai standar. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)


Partikel debu

Partikulat debu merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter teramat kecil, dari lebih kecil dari satu mikron (mikrometer) hingga paling besar 500 mikron.

Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Partikulat debu umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbeda pula tergantung dari sumber emisinya.

Secara ilmiah partikel debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin, atau dari muntahan letusan gunung berapi. Partikel debu juga bisa bersumber dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar yang mengandung senyawa karbon seperti penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.

Partikel debu juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu.

Partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berukuran 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Partikulat debu berukuran sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. 

Partikulat yang berukuran lebih besar atau di atas 5 mikron dapat mengganggu saluran pernapasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. 

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K) mengatakan partikel berukuran 10 mikron bisa masuk dan mengiritasi bagian hidung, namun apabila ukurannya lebih kecil dari 5 hingga 2,5 mikron bisa masuk ke paru-paru dan ke dalam darah.

Agus mengatakan apabila partikulat matter (PM) dengan ukuran 2,5 mikron terhirup oleh saluran napas dan secara terus menerus akan merangsang terjadinya perubahan sel yang ada di dalam saluran napas dan paru dari yang normal menjadi abnormal sehingga menyebabkan kanker.


Pb

Timah hitam (Pb) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan. Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomis.

Pembakaran Pb-alkil sebagai zat aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer. Pencemaran Pb akibat pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain, karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor dan efisiensi uapay untuk mereduksi kandungan Pb pada bensin.

Biasanya kadar Pb di udara sekitar 2 µg/m3 dan dengan asumsi 30 persen mengendap di saluran pernapasan dan absosrpsi sekitar 14 µg per hari. Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90 persen dijumpai ditulang.

Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 µg/100 g darah. Kandungan dalam darah sekitar 40 µg Pb per 100 g dianggap terpajan berat.

Terpajan Pb dalam kadar tinggi dapat menghambat aktivitas enzim untuk sintesa hemoglobin. Gejala keracunan akut menyebabkan sakit perut, muntah, dan diare akut. Gejala keracunan kronis menyebabkan hilang nafsu makan, konstipasi, lelah, sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang, dan gangguan penglihatan.

Baca juga:
WHO: Pencemaran udara bunuh 600.000 anak-anak tiap tahun
Aturan baku mutu udara sudah harus direvisi menurut kelompok lingkungan


 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019