Jakarta (ANTARA News) - Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia di era 80-an dan 90-an mengalami masa jaya-jayanya sebagai industri yang bersinar di kala itu, sehingga menjadi andalan utama Indonesia dalam peraihan devisa ekspor nonmigas.Skema yang diusulkan adalah pengurangan pajak bagi industri yang terlibat dalam pelatihan dan pendidikan vokasi sebesar 200 persen. Sedangkan, bagi industri yang melakukan kegiatan litbang atau inovasi sebesar 300 persen.
Namun sejalan dengan makin banyaknya sejumlah negara di Asia dan ASEAN yang juga memperkokoh industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di negaranya masing-masing, industri TPT nasional mulai agak redup mengingat untuk beberapa jenis kalah bersaing.
Akibatnya, tak sedikit industri TPT terutama berskala kecil dan menengah terpaksa gulung tikar sementara untuk industri skala menengah dan besar mulai banyak mengurangi produksi.
Tak ingin industri TPT mati suri mengingat mampu menyerap banyak tenaga kerja, pemerintah sedang melakukan identifikasi terhadap industri TPT untuk meningkatkan kapasitas produksinya baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sebagai substitusi impor maupun keperluan mengisi kancah ekspor.
Kepada perusahaan-perusahaan tersebut, pemerintah siap memberikan beberapa kemudahan fasilitas. Fasilitas itu antara lain, kemudahan untuk mendapatkan mesin dan barang modal yang lebih cepat, kemudian jaminan akses terhadap ketersediaan bahan baku.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, mengatakan seiring menggenjot produktivitas industri TPT, Kementerian Perindustrian juga melakukan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) melalui program pendidikan vokasi yang saling terkait antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri.
Upaya strategis itu sebagai salah satu wujud nyata dari komitmen pemerintah dalam membangun SDM yang kompeten, sesuai kebutuhan dunia industrinya saat ini dan sejalan dengan implementasi Making Indonesia 4.0.
Bahkan, Kemenperin telah mengusulkan mengenai penerapan skema insentif fiskal berupa super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen. Fasilitas ini akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi.
Skema yang diusulkan adalah pengurangan pajak bagi industri yang terlibat dalam pelatihan dan pendidikan vokasi sebesar 200 persen. Sedangkan, bagi industri yang melakukan kegiatan litbang atau inovasi sebesar 300 persen.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas dan daya saing industri secara nasional, termasuk perusahaan-perusahaan TPT. Kemenperin optimistis akan terjadi peningkatan ekspor TPT sampai dengan 15 miliar dolar AS pada tahun 2019.
Kemenperin mencatat, ekspor TPT nasional pada tahun 2018 diproyeksi mencapai 13,28 miliar dolar AS, naik 5,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Industri TPT nasional mampu memberikan pangsa ekspor dunia sebesar 1,6 persen.
Bahkan, industri TPT menunjukkan kinerja gemilang sepanjang tahun 2018, dengan pertumbuhan sebesar 8,73 persen. Angka ini melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,17 persen.
Pemerintah patut ngotot ingin menggairahkan kembali industri TPT nasional mengingat hingga saat ini, industri TPT di dalam negeri telah menyerap tenaga kerja sebanyak 3,58 juta orang atau 21,2 persen dari total tenaga kerja di sektor industri manufaktur. Ini menunjukkan industri TPT merupakan sektor padat karya.
Menperin Airlangga saat mengunjungi PT. Sukorintex Indah Textile (Sukorintex), di Batang, Jawa Tengah, memberikan apresiasi kepada perusahaan itu atas upayanya untuk terus mengembangkan industri TPT di dalam negeri serta menjaga citra merek untuk produknya.
PT. Sukorintex adalah perusahaan tekstil yang fokus dalam memproduksi sarung tenun dengan citra merek yang kuat yaitu Wadimor. Industri TPT mampu memproduksi sarung tenun sebanyak 25,2 juta lembar per tahun. Saat ini, pabrik telah menyerap tenaga kerja lebih dari 3.000 orang, yang 85 persen berasal dari masyarakat sekitar perusahaan di Kabupaten Batang.
Direktur Sukorintex Taher Baagil mengatakan, perusahaan mencatatkan pertumbuhan penjualan mencapai 30 persen sepanjang 2018 dan diperkirakan meningkat pada tahun ini seiring dengan pengembangan inovasi produk.
Melalui warna yang beragam dan corak baru, memengaruhi permintaan produk Wadimor yang cukup signifikan. Saat ini, hampir 75 persen produk Wadimor diserap di dalam negeri sedangkan sisanya diekspor, antara lain ke Malaysia, Dubai, Yaman, Afghanistan. dan Myanmar.
Perusahaan berkomitmen kuat melalui visinya untuk menjadikan Wadimor sebagai sarung nomor satu di Indonesia. Filosofi perusahaan untuk terus melakukan inovasi dan desain yang beraneka ragam sejalan dengan peta jalan pengembangan produk TPT di era industri 4.0.
Penerapan industri 4.0
Berdasarkan Making Indonesia 4.0, industri TPT merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang tengah diprioritaskan pengembangannya sebagai pionir dalam peta jalan penerapan revolusi industri keempat. Aspirasi besar yang akan diwujudkan adalah menjadikan produsen tekstil dan pakaian jadi nasional masuk jajaran lima besar dunia pada tahun 2030.
Industri TPT menjadi salah satu sektor andalan kita dalam penerapan industri 4.0, dan sektor ini yang kinerjanya naik terus terutama melalui capaian ekspornya. Khusus industri sarung, pemerintah telah memberikan dukungan penuh terhadap produsen dalam negeri.
Pemerintah meyakini, industri TPT dalam negeri mampu kompetitif di kancah global karena telah memiliki daya saing tinggi. Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.
Oleh karena itu, pemerintah terus memacu kinerja industri TPT. Apalagi sektor ini tergolong padat karya dan berorientasi ekspor sehingga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian kita, ujarnya. Beberapa langkah strategis telah disiapkan agar industri TPT nasional bisa memasuki era digital.
Misalnya, selama tiga hingga lima tahun ke depan, Kemenperin fokus mendongkrak kemampuan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi serat sintetis. Upaya yang dilakukan, antara lain menjalin kerja sama atau menarik investasi perusahaan penghasil serat berkualitas. Ini juga bertujuan guna menguragi impor.
Lebih lanjut, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian dasar menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan pakaian fungsional di pasar domestik maupun ekspor.
Saat ini, Pemerintah Indonesia juga berupaya membuat perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memperluas pasar ekspor TPT lokal.
Sebab, produk TPT negara tetangga seperti Vietnam bisa masuk ke pasar Amerika dan Uni Eropa dengan tarif bea masuk nol persen, sedangkan bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia masih dikenakan 5-20 persen, sehingga perlu adanya persetujuan bilateral.
Diharapkan dengan adanya sejumlah upaya strategis oleh pemerintah, industri TPT nasional bisa bersinar kembali dan tetap menjadi andalan perolehan devisa ekspor nonmigas.
Baca juga: Industri TPT siap dongkrak ekspor
Baca juga: Mendag dukung target ekspor 30 miliar dolar AS industri TPT
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019