• Beranda
  • Berita
  • BMKG sebut prediksi gempa akhir Februari adalah hoaks

BMKG sebut prediksi gempa akhir Februari adalah hoaks

15 Februari 2019 20:12 WIB
BMKG sebut prediksi gempa akhir Februari adalah hoaks
Arsip Peta satelit mengenai gempa berkekuatan 5,3 Skala Richter (SR) yang terjadi pukul 02.58.09 WIB berlokasi di 1.77 Lintang Selatan (LS) dan 99.75 Bujur Timur (BT) atau 34 kilometer Timur Laut Mentawai, Sumatera Barat, dengan kedalaman 29 kilometer. (bmkg.go.id/gempabumi)

Zona megathrust Mentawai merupakan zona yang paling diwaspadai lantaran di wilayah tersebut tersimpan energi besar yang belum terlepaskan dalam kurun waktu lama."

Jakarta (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi,dan Geofisika (BMKG) menegaskan informasi yang beredar mengenai prediksi gempa bumi megathrust yang akan terjadi akhir Februari sebagai kabar bohong (hoaks).

"Hingga saat ini belum ada alat maupun teknologi yang bisa memprediksi secara akurat, kapan, dimana, dan berapa kekuatan gempa yang akan terjadi," kata Deputi Bidang Geofisika Muhammad Sadly dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Prediksi gempa tersebut mengutip situs Ditrianum yang berbasis di Belanda. Masyarakat diminta untuk tidak mengindahkan informasi tersebut dan tidak menyebarkannya ulang. 

"Gempa bisa terjadi sewaktu-waktu, kapan saja dan dimana saja. Namun, perlu saya tegaskan bahwa hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi gempa secara akurat dan presisi," tegasnya. 

Namun demikian, BMKG kembali meminta masyarakat untuk tetap mewaspadai potensi terjadinya gempa bumi diseluruh wilayah Indonesia, mengingat, Indonesia terletak di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. 

"Fakta inilah yang perlu dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat sehingga tidak dengan mudah mempercayai prediksi-prediksi gempa bumi yang beredar di sosial media dari orang perorang atau lembaga yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan," imbuhnya. 

Sadly juga meminta media agar tidak memberikan persepsi yang salah maupun menggoreng informasi tersebut karena hanya akan menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat.

Media, kata dia, harus mengedukasi dan memberi pemahaman penuh kepada masyarakat terkait kondisi geologi Indonesia dan dampaknya terhadap alam Indonesia. 

Sementara itu, terkait potensi gempa di Kepulauan Mentawai Sadly meminta masyarakat di Kepulauan Mentawai untuk tetap waspada terhadap ancaman gempa di wilayah tersebut.

Kepulauan Mentawai merupakan salah satu dari delapan zona kegempaan megathrust yang harus diwaspadai. Indonesia sendiri sedikitnya memiliki 295 sumber gempabumi sesar aktif (yang baru/sudah teridentifikasi).

"Zona megathrust Mentawai merupakan zona yang paling diwaspadai lantaran di wilayah tersebut tersimpan energi besar yang belum terlepaskan dalam kurun waktu lama," tuturnya. 

Menurutnya, peristiwa gempa bumi yang akhir-akhir ini sering terjadi di sepanjang jalur subduksi (Megathrust) merupakan suatu proses lepasnya kuncian-kuncian yang selama ini menghambat pergerakan tektonik pada zona seismik tersebut. 

Sebagai langkah pencegahan, lanjut dia, BMKG telah melakukan langkah-langkah antisipasi dan mitigasi gempa bumi dan tsunami melalui Sekolah Lapang Gempa (SLG) dan pemasangan 50 unit sensor Earthquake Early Warning System (EEWS) yang ditempatkan disekitar kepulauan Mentawai dan di pesisir Sumatera Barat. 

"Rencana pemasangan sensor EEWS ini merupakan program yang telah lama dilakukan BMKG dan tidak ada hubungannya dengan isu tersebut," imbuh Sadly.

Namun demikian,Sadly menekankan bahwa sekalipun saat ini Indonesia telah memiliki sistem peringatan dini tsunami yang disebut Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), tetapi, evakuasi mandiri menjadi pilihan cerdas terutama bagi mereka yang bermukim di kawasan pesisir yang dekat sumber gempabumi tanpa harus menunggu informasi atau peringatan dari Pemerintah maupun BMKG. 

"Apabila merasakan goncangan gempa bumi yang kuat, maka segeralah pergi menjauh dari pantai. Apakah gempa akan memicu tsunami atau tidak, tidak menjadi masalah, yang penting jiwa sudah selamat. Ini perlu dibiasakan, dilatih, dan dibudayakan," kata Sadly.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019