Seperti yang terlihat di lapangan Wani, Kabupaten Donggala, Selasa, tenda-tenda yang dibangun oleh berbagai pihak, termasuk bantuan dari Unicef dan Aksi Tanggap Cepat (ATC) relawan penduli bencana alam di Sulteng sudah banyak kosong.
Mafud, seorang pengungsi mengatakan selama empat bulan sejak terjadinya gempa dan tsunami pada 28 September 2018 tinggal di tenda bantuan lembaga kemanusiaan tersebut.
Namun, kata dia menjelang masa transisi darurat berakhir, kebanyakan pengungsi di Desa Wani, sudah pindah ke tempat huntara yang lokasinya juga di wilayah itu.
"Kami tentu sangat senang karena bisa menempati huntara," kata dia.
Hal senada juga disampaikan Yusuf yang membenarkan sejak tiga hari ini sudah tidak lagi tinggal di tenda pengungsian.
Ia bersama istri dan anak-anaknya, kini telah menempati huntara.
Selama? di lokasi pengunsian, meski hanya tinggal di tenda tetapi soal makan dan minum cukup memadai.
Bantuan dari berbagai pihak selam berada di pengusian saban hari mengalir sehingga para pengungsi tidak mengalami kekurangan makanan.
Meski sudah pindah ke huntara, mereka berharap bisa mendapatkan hunian tetap (huntap), sebab rumah dan usaha mereka habis diterjang gempa yang diikuti tsunami.
Desa Wani merupakan wilayah terparah diterjang gempa dan tsunami di Kabupaten Donggala terletak dekat pantai.
Jumlah pengungsi korban gempa dan tsunami di Kabupaten Donggala mencapai sekitar 36.343 jiwa. Jumlah itu tersebar dari berbagai desa dalam sejumlah kecamatan di daerah itu.
Rumah penduduk yang rusak akibat gempa dan tsunami di kabupaten itu sekitar 17.000 unit,terdiri rusak berat 5.025. rusak sedang 5.624 dan rusak ringan 6.000 unit.
Baca juga: Kementerian PUPR selesaikan 190 unit hunian sementara di Sulawesi Tengah
Baca juga: Pemkab Donggala identifikasi 17.000 rumah yang rusak
Pewarta: Anas Masa
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019