Menurut dia, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi utang yang diwarisi sejak pemerintahan-pemerintahan sebelumnya serta pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sekarang.
"Jadi utang yang harus dibayar, akan saya sampaikan catatan banyak. Saya kira itulah menjawab semua sekali lagi harus disuarakan terus menerus. Kami mendorong agar progresif," ujar dia dalam diskusi membedah visi-misi paslon presiden-wakil presiden terkait isu HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa.
Upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah dikatakannya menemui banyak tekanan, baik dari legislatif mau pun masyarakat sipil.
Pendekatan yudisial, menurut Arsul Sani, tidak mudah untuk ditempuh karena terdapat resistensi dari kekuatan politik yang dikhawatirkan mengganggu jalannya pemerintahan.
Untuk itu, pihaknya mendorong opsi selain penyelesaian yudisial yang bentuknya dapat didiskusikan bersama.
Secara terpisah, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai di periode pertama, mungkin Presiden Jokowi harus menjaga stabilitas dan koalisi pendukungnya.
"Saya senang itu dikatakan, soal percaya tidak percaya itu masing-masing, tetapi menurut saya itu suatu kejujuran yang disampaikan, ada janji dan komitmen juga," tutur Taufan.
Apabila Jokowi terpilih kembali, Komnas HAM tidak akan segan menagih janji yang dilontarkan TKN hari ini.
Melalui diskusi itu, Komnas HAM menyebut publik dapat menilai, memahami mau pun merasa kecewa dengan pandangan masing-masing kubu terkait HAM.
Diskusi selanjutnya membedah visi misi capres-cawapres terkait HAM dengan mengundang Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi akan digelar pada Rabu (20/2) di Kantor Komnas HAM.
Baca juga: Komnas dan organisasi peduli HAM diminta pertimbangkan pendekatan nonyudisial
Baca juga: HAM belum jadi dasar pembangunan dua calon presiden
Baca juga: Alumni Trisakti minta Jokowi selesaikan pelanggaran HAM
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019