"Sangat ironis apabila penentuan wakil rakyat dipengaruhi oleh lembaran uang dengan nilainya yang tidak lebih dari lima puluh ribu," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Purworejo Nur Kholiq dalam keterangan tertulis yang diterima di Magelang, Rabu.
Sosialisasi pemilu terutama menyangkut gerakan antipolitik uang dilakukan bawaslu setempat, Rabu, di Pasar Krendetan, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo dalam tajuk "Grebeg Pasar Krendetan".
Kegiatan itu, selain dilakukan anggota bawaslu setempat, juga diikuti Kepala Polsek Bagelan AKP Sarjana, pihak Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Bagelen, dan pihak Panitia Pengawas Lapangan di daerah tersebut.
Mereka berinteraksi dengan para pedagang di pasar tradisional tersebut untuk menyosialisasikan gerakan antipolitik uang pada pemilu serentak, 17 April 2019.
Nur Kholiq yang mantan wartawan itu menjelaskan tentang pentingnya gerakan tersebut agar terpilih pemimpin yang bisa menjadi tumpuan harapan memajukan kehidupan masyarakat setempat pada masa mendatang.
"Bapak ibu bisa membayangkan saat pencoblosan nanti ketika datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya hanya dengan didasarkan pemberian uang yang nilainya mungkin tidak lebih dari lima puluh ribu. Jangan sampai suara rakyat untuk menentukan pemimpin 5 tahun mendatang hanya dihargai dengan uang dua puluh ribu barangkali," katanya.
Sosialisasi itu, kata dia, juga terkait dengan pentingnya pengawasan partisipatif atas pemilu mendatang.
Ia menjelaskan tentang adanya energi positif dari masyarakat di Kecamatan Bagelen yang bisa diserap untuk kepentingan pengawasan pemilu.
Selain itu, katanya lagi, pentingnya mendorong pengawasan pemilu yang berintegritas sampai ke wilayah lain di Kabupaten Purworejo.
Menurut dia, ada pemikiran besar bahwa pemilu bukan milik partai politik, bukan milik kaum elite, bukan hanya milik caleg, bukan juga milik penyelenggara pemilu, melainkan pemilu milik masyarakat sendiri.
"Karena pemilu dalam rangka pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin yang benar-benar tepat," katanya.
Sejumlah pedagang di Pasar Krendetan menyatakan kesadarannya untuk menolak praktik politik uang dalam pemilu.
Semikem (67), pedagang jamu gendong di pasar itu, mengaku selain tidak bersedia memilih seorang caleg karena pemberian uang, juga ingin memberikan suaranya secara bebas dan tanpa paksaan.
"Saya tidak mau yang aneh-anehlah. Apalagi, kalau dipaksa-paksa suruh milih," katanya.
Pedagang sembako yang juga warga Desa Sumorejo, Kecamatan Bagelen Sri Astuti (52) juga menyatakan tidak bersedia menerima pemberian uang terkait dengan pencoblosan di TPS-nya pada pemilu mendatang.
"Saya berani menolak politik pemberian uang," katanya.
Pewarta: Maximianus Hari Atmoko
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019