"Terdapat 11 bahasa yang dikategorikan punah, empat bahasa kritis, 22 bahasa terancam punah, dua bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan punah, dan 19 bahasa berstatus aman," ujar Dadang di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan dari 668 bahasa daerah yang telah dicatat dan diidentifikasi tersebut, baru 74 bahasa yang telah dipetakan vitalitas atau daya hidupnya. Pemetaan itu belum termasuk ragam dialek dan sub-dialek bahasa daerah di Indonesia.
Ke depan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa akan mengidentifikasi bahasa daerah di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat untuk penuntasan pemetaan bahasa daerah di Indonesia.
"Jumlah hasil pemetaan tersebut tentunya akan bertambah, seiring bertambahnya jumlah daerah pengamatan dalam pemetaan berikutnya," ungkap Dadang.
Menurut Dadang perlu upaya strategis dalam usaha perlindungan bahasa daerah itu.
Berdasarkan data UNESCO, keanekaragaman bahasa dan multilingualisme dapat menjadi bagian integral untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu mendorong pendidikan berkualitas dan merata, dan pendidikan sepanjang hayat.
"Dengan penggunaan bahasa daerah dan pendidikan multilingualisme dapat mendorong pemerataan pendidikan yang berkualitas untuk pembangunan yang berkelanjutan," kata dia lagi.
Baca juga: Belajar bahasa asing lebih mudah dengan seni
Baca juga: Menyusut, penutur bahasa lokal Jayapura
Pewarta: Indriani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019