Intinya, rakyat harus sejahtera dengan memperoleh akses konsesi lahan/hutan.
“Jadi, menurut saya, ketika Pak Jokowi menyinggung konsesi lahan/hutan, bukan soal salah-benar pemilikan konsesi oleh swasta. Secara hukum dan aturan, memiliki konsesi diperbolehkan,” kata Siti Nurbaya usai memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa pascasarjana Universitas Brawijaya di Malang, Jawa Timur, Jumat.
Presiden Jokowi meminta Siti Nurbaya untuk mengatur dengan baik keberpihakan kepada rakyat dan keseimbangan usaha. Jadi, bukan tidak boleh usaha besar atau swasta, tetapi harus ada keadilan dalam alokasi.
Presiden juga mengingatkan saya bahwa ijin harus menjadi instrumen pengawasan. "Jadi, soal keberpihakan ini memang telah menjadi kebijakan beliau yang diarahkan kepada saya sejak penugasan pertama kepada saya selaku Menteri LHK," kata Siti Nurbaya dalam siaran persnya.
Sebagai pembantu Presiden, tentu dirinya mempelajari data dan mengembangkan rancangan kebijakan yang realistis dan memperhatikan berbagai kepentingan, mengingat bahwa pemerintah merupakan simpul negosiasi dari segala kepentingan.
Dari hasil mempelajari soal ini, diperoleh data yang menunjukkan bahwa dalam kurun waktu yang panjang sejak sistem hutan register hingga hutan dalam tata ruang telah terjadi penurunan luas kawasan hutan dari 147 juta ha (pada sekitar 1978-1999), menjadi 134 juta ha (1999-2009) dan menjadi 126 juta ha (2009 hingga sekarang).
"Artinya, ada sejumlah luasan kawasan hutan yang dilepaskan untuk keperluan masyarakat, tidak kurang dari 21 ha selama 40-50 tahun, namun kesejahteraan rakyat belum juga terlihat secara nyata," katanya.
Terlebih hal ini dirasakan rakyat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. "Itulah yang menjadi dasar kebijakan pemerintah untuk mengedepankan keadilan,” katanya.
Mengenai konsesi ini, Siti Nurbaya menjelaskan lagi bahwa data pada 2014 menunjukkan kawasan hutan yang diberikan izin seluas 33,2 juta hektare (ha) dari total luas kawasan hutan 126 juta ha.
Alokasi perizinan kepada swasta 32,74 juta ha atau 98,53 persen dan kepada masyarakat 1,35 persen serta untuk prasarana dan sarana publik 0,12 persen.
Dalam kaitan itu maka kebijakan yang dikoresi oleh Presiden Jokowi meliputi langkah-langkah mengedepankan izin akses bagi masyarakat dengan hutan sosial, implementasi secara efektif moratorium hutan primer dan gambut., tidak membuka lahan gambut baru (land clearing) dan moratorium izin baru sawit.
Selanjutnya melakukan pengawasan pelaksanaan izin dan mencabut HPH/HTI yang tidak aktif, mengendalikan izin sangat selektif dan luasan terbatas untuk izin baru HPH/HTI serta mendorong kerja sama hutan sosial sebagai off taker.
Selain itu moratorium izin baru batubara (di beberapa provinsi dan kabupaten/kota) dan membangun konfigurasi bisnis baru serta mendorong kemudahan izin untuk kepentingan prasarana/sarana (jalan, bendungan, energi, telekomunikasi, pemukiman masyarakat/pengungsi).
Konkret
Langkah konkret dari upaya mengedepankan keadilan ekonomi pada konteks aset dan akses kawasan hutan, maka dikembangkan kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial yang sudah berjalan hingga saat ini. Kebijakan ini terus berproses serta mendapatkan sambutan yang luas dan sangat baik dari masyarakat untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Karena itu, dalam hal konsesi ingin dikembalikan kepada pemerintah oleh para pemegang izin merupakan hal yang positif sehingga bisa mendukung untuk pencadangan lahan dari kawasan hutan untuk masyarakat. Langkah yang sama juga sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan.
Sampai saat ini sudah sebanyak 13 perusahaan mengembalikan sebagian lahannya kepada negara seluas enam ribu hektare. Selain itu juga pada tahun 2016-2017 sudah ada penyerahan kembali lahan konsesi kepada negara serta sudah dikelola oleh masyarakat.
"Jadi langkah itu sebetulnya merupakan angka yang positif juga untuk mendukung program Refoma Agraria dan Perhutanan Sosial," katanya.
Selanjutnya data pada akhir 2018 menunjukkan bahwa selama tahun 2015-2018 tercatat kawasan hutan yang diberikan izin seluas 6.497.096,60 ha dengan komposisi perizinan swasta 1.570.634,68 ha atau 24,7 persen, izin kepada masyarakat 4.907.859,92 ha atau 75,54 persen dan untuk prasarana sarana seluas 18.602 ha atau 0,29 persen.
Dengan demikian, ini mengubah komposisi semula pada periode hingga tahun 2014 dan hingga akhir 2018. Pada akhir 2018 tercatat area berizin seluas 39,72 juta ha dari total luas kawasan hutan 126 juta ha.
Alokasi perizinan untuk swasta sebesar 32, 736 juta ha (86,37 persen). Jumlah ini menurun dari 2014 (98,53 persen) dan areal izin untuk masyarakat seluas 5,356 juta ha atau 13,49 persen atau meningkat dari tahun 2014 (1,35 persen).
Proporsi ini akan semakin baik menandai akses kelola hutan dan alokasi betul-betul dilaksanakan dengan keberpihakan kepada masyarakat luas. Tidak berhenti sampai di situ karena dipikirkan juga langkah pembinaannya dengan memberikan kesempatan berusaha serta peningkatan kemampuan kapasitas manajemen berusaha tani bagi rakyat.
Baca juga: Masyarakat bisa buktikan langkah berani pemerintah di bidang lingkungan
Baca juga: Atasi pencemaran akibat limbah rumah tangga dengan IPAL Komunal
Baca juga: 2019, pemerintah tingkatkan program perhutanan sosial
Pewarta: Sri Muryono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019