Inisiator Desa Wisata Kubu Gadang, Yuliza Zen di Padang Panjang, Minggu, mengatakan kegiatan itu diberi nama Festival Baju Saisuak. Saisuak berarti sudah lama sekali atau tempo dulu.
Peragaan busana diikuti oleh ibu-ibu dan remaja perempuan dari kelurahan setempat. Para peserta berjalan di pematang sawah mengenakan pakaian tradisional sesuai usia.
Yuliza menerangkan peragaan busana "saisuak" tersebut digelar untuk mengingatkan kembali masyarakat bagaimana perempuan Minang berpakaian di lingkungannya.
"Pakaian perempuan Minang ini salah satu bentuk kearifan lokal yang harus dipertahankan. Karena ingin nuansanya setradisional mungkin, kami cukup memakai pematang sawah sebagai catwalk. Hal ini yang menjadi daya tarik di acara ini," katanya.
Festival tersebut, ujarnya sekaligus sebagai suguhan selingan bagi pengunjung di samping suguhan tetap yang dihadirkan setiap Minggu berupa pasar kuliner tradisional di desa wisata tersebut.
Panitia Festival Baju Saisuak, Yeni menambahkan acara itu dapat menjadi sarana menyampaikan pesan mengenai kesopanan wanita Minang dalam berpakaian, misalnya saat mengenakan baju kurung.
"Saat ini baju kurung masih tetap dipakai namun sayangnya tidak dibuat seperti baju kurung tempo dulu yang betul-betul longgar. Masa sekarang baju kurung dibuat cenderung pas di badan," ujarnya.
Baju-baju yang diperagakan para peserta, selain baju kurung juga ada baju kebaya dalam, kebaya incim dan baju kurung basiba.
Pakaian tersebut memiliki waktu tersendiri untuk penggunaannya. "Misalnya kebaya untuk pesta, baju kurung untuk alek nagari, acara turun mandi anak dan lainnya. Anak-anak sekarang terutama perempuan harus tahu dan ikut mempertahankan kearifan lokal ini," katanya.
Baca juga: Menlu: orang Minang miliki DNA diplomat
Baca juga: Ketika raja-raja nusantara menjajak Bumi Minang
Baca juga: Ini masakan Minang favorit Hannah Al Rashid
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2019