Jakarta (ANTARA News) - Perbincangan masyarakat soal debat Calon Presiden (Capres) 2019 putaran kedua belum sepenuhnya selesai. Perihal petahana yang sempat mengatakan selama tiga tahun tidak pernah ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengundang polemik.
Usai debat capres putaran kedua itu, Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono mengatakan petahana “kepleset” mengatakan tidak ada karhutla lagi. Karena saat itu sebenarnya ada titik api yang masih diupayakan untuk dipadamkan di Riau.
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) lantas menjelaskan maksud pernyataannya tersebut, bahwa bukan tidak ada kebakaran lagi selama tiga tahun terakhir, tetapi jumlahnya mengalami penurunan drastis hingga lebih dari 85 persen sejak 2015.
Sehingga, menurut dia, tidak ada lagi karhutla yang menimbulkan asap besar sehingga mengganggu pesawat untuk mendarat. Dan tidak ada lagi komplain masalah asap dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Sebelum pergantian tahun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memperingatkan, bahwa El Nino moderat pada Januari hingga Februari 2019 akan terjadi. Karhutla mulai terjadi sejumlah titik di Aceh dan Riau sejak awal tahun.
Pada hari keempat kerja di 2019, Manggala Agni sudah bekerja melakukan pemadaman pada lahan terbakar di Desa Mamugo, Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Lokasi ini menjadi titik pertama munculnya api di provinsi tersebut.
Manggala Agni juga melakukan aksi pencegahan karhutla melalui patroli-patroli di wilayah rawan kebakaran di Dumai, namun munculnya kabut asap tak terhindarkan. Kualitas udara pada papan Indeks Standar Pencemeran Udara (ISPU) sempat berada pada indikator berbahaya dengan angka 315 Polutan Standart Indeks (PSI).
Dinas Kesehatan Kota Dumai sempat membagikan 14.000 masker kepada masyarakat di jalan-jalan dan pelajar di sekolah-sekolah. Data Dinkes Dumai mencatat pada 15 Februari 2019 terjadi peningkatan penderita gangguan kesehatan pada tenggorokan dan pernafasan, 231 orang terpaksa menjalani rawat jalan di Puskesmas akibat asap.
Bersama-sama dengan TNI, Polri dan Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Manggala Api juga melakukan pemadaman di di wilayah Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. Sementara di Desa Bumbung, Mandau, Kabupaten Bengkalis, juga ditemukan areal terbakar.
Kondisi lahan berupa gambut, serta tiupan angin yang cukup kencang menjadi kendala dalam upaya pemadaman. Angin kencang justru membuat api membesar dan cepat merembet serta memunculkan asap tebal yang mengganggu pelaksanaan pemadaman, kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Raffles B Panjaitan.
Kebakaran lahan gambut juga terjadi di Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, pada awal Februari 2019, setelah dua hari sebelumnya api di area yang sama padam berkat hujan deras.
Kepala Staf Korem (Kasrem) 012/Teuku Umar (TU) Letkol TNI Inf Yudhiono di Meulaboh mengatakan pemadaman sulit dilakukan secara sempurna karena yang terbakar lapisan bawah lahan gambut, sehingga api sangat cepat dan mudah menjalar.
Tidak adanya sumber air di lokasi terbakar, lokasi titik api yang sulit dijangkau, serta keterbatasan peralatan membuat tim gabungan TNI, Polri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sulit memadamkan api.
Kapolres Aceh Barat AKBP Raden Bobby Aria Prakasa mengatakan untuk penanganan karhutla di wilayah hukum setempat telah dibentuk tim terpadu dari pihak Korem 012/TU, BPBD Aceh Barat, RAPI dan masyarakat yang bekerja sama untuk memadamkan api.
Ia menjelaskan penyebab kebakaran lahan gambut di awal 2019 yang menghanguskan area hutan desa seluas enam hingga tujuh hektare (ha) itu masih belum diketahui. Namun pihak kepolisian sudah melakukan pemeriksaan terhadap dua orang saksi dan juga pemilik lahan.
Lokasi karhutla sama
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau adalah sebuah sejarah panjang. Sebuah bencana yang dilahirkan dari kegiatan eksploitasi yang bersifat destruktif secara sistematis, terstruktur dan masif.
Sepanjang 2018, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau melaporkan tujuh perusahaan ke Polda Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dan salah satu perusahaan tersebut adalah PT Sumatera Riang Lestari (SRL) yang memegang surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 208/Menhut-II/2007 Tanggal 25 Mei 2007 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
Devi Indriani dari Walhi Riau menyebut pelaporan terhadap perusahaan ini didasarkan atas riwayat kebakaran yang tidak berkesudahan di areal konsesi yang menjadi tanggung jawab mutlaknya.
Perusahaan industri kehutanan ini masuk kedalam daftar korporasi gagal audit pencegahan karhutla yang dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2014 dan beberapa instansi terkait lainnya.
Tidak hanya masuk dalam daftar gagal audit, perusahaan ini juga menjadi salah satu korporasi tersangka karhutla pada 2013-2014 di Kabupaten Bengkalis dengan luas kebakaran mencapai 1.000 ha. Namun pada 2015, Polda Riau mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) bagi 15 perusahaan, yang salah satunya adalah PT SRL.
Pada 2019, Walhi Riau menyebut kembali terjadi kebakaran didalam areal dan sekitar areal konsesi PT SRL. Kebakaran disekitar areal konsesinya, diduga karena adanya kerusakan ekosistem gambut yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan HTI tersebut.
Atas semua kejadian tersebut, ia mengatakan Walhi Riau, pertama, menagih janji dan mendorong Presiden Jokowi untuk menekankan aparatnya melakukan upaya penegakan hukum agar kebakaran hutan dan lahan tidak terulang. Kedua, KLHK mencabut izin PT SRL karena kebakaran yang berulang dikonsesinya.
Ketiga, Pemerintah Provinsi Riau, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan pihak tergugat lainnya untuk mematuhi dan memenuhi putusan gugatan Class Action (CLS) Walhi Riau pada 10 Maret 2016 di Pengadilan Negeri Pekanbaru yang, pertama, mendorong pemerintah Provinsi Riau, Pemerintah Kab/Kota untuk melakukan audit dan review seluruh lahan dan tata kelola agar penyegeraan pemulihan dan perlindungan gambut
Kedua, Pengadilan Negeri Bengkalis, Siak dan Rokan Hilir untuk melaksanakan eksekusi putusan yang sudah inkrah terkait pemulihan lingkungan hidup yang dibebankan kepada PT JJP, PT NSP, dan PT Triomas FDI. KLHK mengawal pemulihan lingkungan hidup tersebut di wilayah Riau untuk segera melakukan pemulihan lingkungan hidup yang dirusak di masa lalu agar tidak lagi terjadi kebakaran hutan dan lahan di masa depan.
Intervensi gambut
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan intervensi pembasahan dan pemulihan gambut sudah dilakukan di Meranti, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Pelalawan dan lainnya.
Pulau Rupat yang terletak di bibir Selat Malaka merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bengkalis yang sejak awal Februari 2019, terbakar hebat. BPBD setempat memperkirakan luas lahan yang terbakar mencapai lebih dari 200 ha.
Kebakaran lahan di Pulau Rupat berdampak pada kabut asap yang menyelimuti Kota Dumai medio Februari 2019. Bahkan, Pemerintah Kota Dumai sempat meliburkan siswa-siswi dari aktivitas belajar mengajar di sekolah karena kualitas udara yang memburuk
Untuk itu, Nazir mengatakan bahwa BRG akan segera membahas upaya pembasahan dan pemulihan gambut bersama masyarakat dan pemerintah daerah di Pulau Rupat dapat dilakukan di 2019.
BRG sepanjang 2017 dan 2018 telah membangun sebanyak 725 sumur bor dan 1.126 sekat kanal di kawasan gambut rusak untuk menjaga jenis tanah organik itu tetap basah.
Pada 2019, Nazir mengemukakan akan kembali membangun 450 unit sumur bor, 331 sekat kanal, dua embung dan program revitalisasi paket ekonomi desa sebanyak 47 paket.
Baca juga: Panglima TNI tinjau karhutla di Riau
Baca juga: Walhi dorong pemerintah tuntaskan karhutla di Riau
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019