• Beranda
  • Berita
  • Pasar saham dan obligasi Indonesia dinilai masih potensial

Pasar saham dan obligasi Indonesia dinilai masih potensial

25 Februari 2019 14:41 WIB
Pasar saham dan obligasi Indonesia dinilai masih potensial
Layar elektronik berjalan yang menampilkan pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (Antara/Zubi Mahrofi).
Jakarta (ANTARA News) - Investment Specialist PT  Manulife Aset Manajemen Indonesia Dimas Ardhinugraha menilai, pasar saham dan obligasi masih potensial untuk dijadikan tempat berinvestasi di tengah gejolak ekonomi global.

"Kami melihat, baik pasar saham maupun pasar obligasi Indonesia masih sangat berpotensi untuk tahun ini," ujar Dimas dalam keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Senin.
 
Dari pasar saham, potensi arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia akan menjadi katalis besar. Pada Januari 2019, baru sekitar Rp13 triliun yang masuk ke pasar saham Indonesia. Sementara dari tahun 2017 dan 2018, secara total yang keluar dari pasar saham sekitar Rp92 triliun. 
   
"Jadi potensi masih cukup besar untuk dana asing masuk ke pasar saham Indonesia," katanya. 
   
Untuk pasar obligasi, lanjut Dimas, juga masih sangat berpotensi. Imbal hasil obligasi Indonesia dinilai masih di kisaran yang sangat atraktif, cukup tinggi dibandingkan negara kawasan lainnya. 
   
"Oleh karena itu, dengan kondisi ekonomi domestik yang lebih kondusif dibandingkan tahun lalu, sangat berpotensi mendukung dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia," kata Dimas.                
   
Dimas menuturkan pada awal 2019 banyak sekali orang-orang yang sangat pesimis terhadap ekonomi 2019. Menurut Dimas, hal tersebut wajar saja, karena di 2018 lalu banyak terjadi faktor ketidakpastian.
   
Pertama, kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve. Kedua, perang dagang antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya. Dari sisi domestik, ada nilai tukar rupiah yang sempat menembus level 15.000 per dolar AS, seperti jaman krisis moneter tahun 1998 dulu. 
   
"Jadi wajar, di awal tahun 2019 banyak investor yang cenderung pesimis melihat "outlook" tahun 2019. Terutama untuk data perdagangan dan data manufaktur, cenderung agak turun di 2018 kemarin," ujar Dimas.
     
Yang terjadi kemarin, lanjutnya, kebanyakan orang hanya fokus pada data yang jelek saja, tidak melihat data yang lain. Padahal menurutnya tidak semua data jelek, ada juga data yang tetap positif. Contohnya data sektor ketenagakerjaan dan juga sektor jasa. 
   
"Ekonomi tidak hanya manufaktur dan perdagangan. Ada sektor-sektor lainnya yang menggambarkan ekonomi secara keseluruhan," ujarnya. 
   
Ia menambahkan, Indonesia ekonominya berorientasi domestik. Artinya Indonesia tidak terlalu bergantung kepada perdagangan dunia untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri. Di tengah volatilitas perdagangan di tingkat global, ekonomi Indonesia yang berorientasi domestik relatif akan lebih terjaga. 
   
"Ekonomi Indonesia tinggi dan stabil. Ini bagus karena menjadi satu daya tarik tersendiri bagi Indonesia. Kami melihat adanya potensi arus dana asing masuk ke pasar finansial Indonesia di tahun 2019," kata Dimas.

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019