"Kita mengupayakan di masa depan kita dapat membuat pusat mangrove di mana di dalamnya terdapat informasi dan referensi mangrove Indonesia dan dunia," kata Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim Sahat Panggabean dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Sahat dalam rapat koordinasi tentang mangrove itu di Jakarta, Senin (25/2), menjelaskan ada lima strategi sinergi dengan sejumlah institusi yang dilakukan guna mempercepat rehabilitasi mangrove pada tahun 2019-2023.
Strategi pertama adalah dengan TNI Angkatan Laut. Strategi kedua yakni melalui pengembangan green port dengan melibatkan Pelindo I-IV dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan strategi ketiga yaitu melalui Program Desa Tangguh Bencana Tsunami dengan melibatkan BNPB dan pemerintah daerah.
Strategi keempat melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, akademisi, NGO, LSM, dan perusahaan (CSR) serta strategi terakhir dengan Badan Restorasi Gambut dan pakar, terkait dengan "land subsiden" dan abrasi di daerah perbatasan dengan negara tetangga (Malaysia).
"Selain itu, direncanakan pula pengembangan Sistem Informasi Monitoring Mangrove yang bertujuan untuk memonitor capaian program rehabilitasi mangrove termasuk program pemberdayaan masyarakat," tambah Sahat.
Ia menekankan Kemenko Kemaritiman akan memberi penekanan pada poin-poin yang selama ini menjadi kendala rehabilitasi mangrove, yakni masalah bibit, masalah kesesuaian lahan, juga masalah terkait kebijakan pemanfaaatan lahan untuk keekonomian oleh pemerintah daerah, serta masalah perawatan pasca penanaman.
Rapat telah berhasil mengidentifikasi masalah-masalah dan menyiapkan solusi, diantaranya rencana budidaya bibit mangrove lokal, kerja sama pemetaan dan pengawasan lahan, kerja sama lebin intensif dengan TNI AL juga dengan akademisi.
Rapat itu membahas rencana detil percepatan rehabilitasi mangrove dalam upaya perlindungan lingkungan pesisir dan laut, serta pengelolaan kebencanaan maritim (mitigasi bencana).
Turut hadir dalam rapat ini Dinas Pembinaan Potensi Maritim TNI Angkatan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Informasi Geospasial (BIG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian BUMN, Pelindo II dan IV, beberapa perusahaan, serta beberapa NGO diantaranya Yayasan Kehati dan BELANTARA.
Rehabilitasi mangrove perlu dipercepat terkait mitigasi bencana untuk mereduksi bahaya tsunami dan abrasi pantai. Aksi itu juga merupakan bagian dari pembangunan rendah karbon.
Percepatan rehabilitasi mangrove juga berkaitan dengan "green port" yang salah satu kriterianya adalah pelestarian ekosistem di sekitar pelabuhan. Rehabilitasi mangrove juga dilakukan guna mencapai tujuan Sustainable Development Goals, seperti menghapus kemiskinan, mengakhiri kelaparan, penanganan perubahan iklim (terkait adaptasi dan mitigasi), dan menjaga ekosistem laut.
Terakhir, percepatan rehabilitasi dilakukan terkait emisi gas rumah kaca (GRK) yang menjadi bagian komitmen Indonesia sesuai Kesepakatan Paris untuk penurunan emisi GRK sebesar 29 persen pada tahun 2030.
Baca juga: Luhut canangkan gerakan nasional rehabilitasi mangrove
Baca juga: Gerakan Rehabilitasi Mutlak untuk Kembalikan 70% Mangrove yang Rusak
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019