Pada tahun 2019 ini kita mulai mencoba untuk melakukan pengukuran Indeks Kualitas Air Laut
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya meminta pemangku kepentingan bersinergi meningkatkan kualitas lingkungan hidup hingga mencapai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) sebesar 66,5-68,5 di 2019.
Pesan tersebut disampaikan Siti dalam acara Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) 2019 di Jakarta, Rabu.
Ia mengajak Pemerintah Daerah dan seluruh pihak untuk bersinergi dalam meningkatkan kualitas udara, air, dan tutupan lahan. Dan menyiapkan sistem data informasi lingkungan hidup dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mencapai sinergitas bersama.
“Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengatur tingkat eksploitasi sumber daya alam. Pengaturan diwujudkan dengan penguasaan, pencadangan, pengawetan dan alokasi pemanfaatannya, pemberian izin serta pembatasan-pembatasan lain dengan regulasi. Pengaturan ini akan berjalan dengan baik jika tersedia informasi yang cukup untuk memformulasikan kebijakan, sekaligus memberikan umpan balik untuk menyempurnakan kebijakan yang ada. Itulah sebabnya perlu dilakukan pemantauan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup,” ujar dia.
Dalam upaya meningkatkan IKLH, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan mempunyai peran dalam meningkatkan kualitas udara, air dan tutupan lahan.
Hasil pemantauan menunjukkan selama 2015 sampai dengan 2018, IKLH Nasional berada pada posisi stabil yaitu pada kualitas cukup baik.
“Terdapat 5 provinsi yang indeks kualitas lingkungan hidupnya membaik yaitu Riau, Kepulauan Riau, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kalimantan Selatan dan hanya satu provinsi yang mengalami penurunan IKLH yaitu Papua,” katanya.
Lebih lanjut, Siti mengatakan secara detail, kualitas udara terhitung masih sangat baik. Tercatat enam provinsi mengalami peningkatan kualitas udara yaitu Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten dan Kalimantan Selatan.
Meskipun demikian, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah perlu mewaspadai pencemaran udara di daerah perkotaan. Untuk skala perkotaan, Pontianak masih terdapat udara yang berbahaya karena terjadi kebakaran hutan dan lahan pada 2018, selain Jambi, Palembang, Palangkaraya, Padang dan Palembang.
Sementara untuk kondisi kualitas air sungai dan danau secara nasional, Siti mengaku menaruh perhatian lebih karena masih tergolong kurang baik dan cenderung terjadi penurunan kualitas air.
Sebanyak 16 provinsi mengalami penurunan indeks kualitas sungai. Namun demikian, perbaikan indeks kualitas air mampu dicapai oleh Aceh, Jambi, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Maluku.
Terkait kondisi tutupan lahan secara nasional, ia mengatakan saat ini berada dalam kecenderungan yang stabil. Berdasarkan catatan KLHK, sebanyak 8 provinsi berada dalam kondisi waspada karena luas tutupan lahannya yang sedikit yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten dan Bali.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan M.R. Karliansyah dalam laporannya menyebutkan penyempurnaan perhitungan IKLH terus dilakukan termasuk didalamnya menambah titik-titik pemantauan sehingga data pemantuan yang dihasilkan menjadi lebih akurat.
Pada 2015 titik pemantauan kualitas udara hanya mencakup 150 kota, sedangkan di 2019 jumlah pemantauan telah mencakup 400 kota dengan jumlah sampel uji mencapai 1.600 sampel uji.
“Pada tahun 2019 ini kita mulai mencoba untuk melakukan pengukuran Indeks Kualitas Air Laut dan mengembangkan Indeks Kerusakan Lahan yaitu Indeks Kerusakan Ekosistem Gambut. Pengukuran ini akan melengkapi perhitungan sebelumnya yang lebih difokuskan pada media lingkungan yaitu air, udara dan lahan/hutan. Kami berkomitmen untuk terus menyempurnakan IKLHK agar dapat mencapai indeks lingkungan hidup yang ideal dan mendekati kondisi realitas senyatanya di lapangan,” kata Karliansyah.
Selain mendorong sinergitas Pemerintah Daerah, selama 4 tahun ini KLHK juga berinovasi untuk memperkuat moral kapital dan sosial kapital. Contohnya dengan pembangunan Ekoriparian yang melibatkan masyarakat untuk merestorasi daerah sempadan sungai dengan menjadikan ruang publik.
Selain itu, Gerakan Bersih Pantai (Coastal Clean Up) yang dimulai pada tahun 2015 telah dilaksanakan di 45 pantai di Indonesia dengan melibatkan tidak kurang dari 25.000 peserta, serta Car Free Day untuk mengurangi pencemaran udara perkotaan.
Dunia usaha juga memiliki peran penting dalam mendukung pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui program pemberdayaan masyarakat. Melalui Program PROPER, dunia usaha berhasil berkontribusi terhadap pencapaian 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) melalui 8.474 kegiatan dengan total anggaran Rp38,68 triliun.
Upaya perbaikan lingkungan dari dunia usaha dapat dicapai melalui penghematan energi sebesar 273,61 juta Giga Joule, upaya hemat air 306,94 juta meter kubik, tahan emisi konvensional dengan total penurunan emisi sebesar 18,7 juta ton, tahan emisi GRK sebesar 306,94 juta ton CO2e, reduksi dan pemanfaatan limbah B3 dan limbah padat non B3 sebesar 16,34 juta ton dan 6,83 juta ton, serta penurunan beban pencemar air limbah yang mencapai 31,72 juta ton.
“Jika gerakan-gerakan cinta lingkungan ini terus menerus dikembangkan dan digelorakan, maka kesadaran lingkungan akan terinternalisasi di dalam masyarakat sehingga permasalahan lingkungan dapat dihindari. Saya menghimbau seluruh jajaran pemerintah daerah untuk mereplikasi, mengadopsi dan berinovasi untuk mendorong gerakan-gerakan cinta lingkungan ini di daerah masing masing,” ujar dia.
Rakernis Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dihadiri oleh sekitar 300 peserta yang berasal dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi, Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Kementerian/Lembaga, akademisi, serta para pelaku usaha.
Pada Rakernis tersebut dilakukan juga penandatanganan perjanjian kerja sama tentang Pembangunan dan Pengoperasian Jaringan Peralatan dan Sistem Pemantauan Kualitas Udara Ambien Otomatis antara KLHK dengan Kota Bekasi, Kota Semarang, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Bengkulu dan Kota Kupang.
Selain itu, dilakukan juga penandatanganan perjanjian kerja sama tentang Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka antara KLHK dengan Kabupaten Kuningan, Kabupaten Malang, Kabupaten Paser dan Kabupaten Buton.
Baca juga: Indeks kualitas lingkungan hidup di 5 provinsi membaik
Baca juga: Menteri LHK tegaskan kebijakan lingkungan harus didukung iptek
Baca juga: Menteri LHK ajak samakan langkah untuk kelola sampah
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019