"Inilah yang menjadi hakikat dari teori konstruksi sosial teknologi sebagai antitesis dari teori determenisme teknologi," kata Edi yang merupakan dosen Magister Ilmu Komunikasi Unsoed di Purwokerto, Rabu.
Dia menjelaskan, jika determenisme teknologi mengandaikan manusia sepenuhnya dibentuk dan diarahkan teknologi, maka dalam teori konstruksi sosial teknologi, manusialah yang membentuk dan mengarahkan fungsi teknologi.
"Misalnya internet. Media ini pertumbuhannya luar biasa cepat. Lebih dari separuh penduduk Indonesia sudah menggunakan internet. Lalu, apa yang bisa kita manfaatkan dari internet untuk mitigasi bencana?" katanya.
Sebelumnya, kata dia, perlu menyamakan bingkai pemikiran bahwa ada upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak risiko bencana.
"Kita berangkat dari kerangka yang sama, bahwa bencana mungkin tak bisa dihindari, tapi bisa disiasati, agar daya rusak atau pengaruhnya minimal buat korban. Penyiasatan ini harus masuk dalam kognisi masyarakat. Harus tersosialisasikan," katanya.
Misalnya, kata dia, masyarakat harus tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi gempa, banjir, letusan gunung berapi, dan lain sebagainya.
"Ini kan perlu edukasi. Media seperti internet bisa ambil peran. Internet itu tanpa batas, konten apa saja ada di dalamnya. Masyarakat bisa diarahkan untuk memanfaatkannya sebagai media edukasi," katanya.
Selain itu, kata dia, ada fitur konektifitas internet yang akan membantu berkomunikasi secara cepat atau serentak.
"Begitu terjadi bencana, informasi bisa tersebar dengan cepat. Informasi ini mestinya bisa mendorong reaksi cepat dari pihak terkait, misalnya pemerintah atau organisasi kemanusiaan," katanya.
Dengan demikian, kata dia, internet dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung upaya mitigasi bencana alam secara efektif.*
Baca juga: Akademisi: pemetaan daerah rawan longsor perlu lebih rinci
Baca juga: Akademikus sebut manfaatkan kentongan untuk peringatan dini bencana
Baca juga: Alat deteksi longsor buatan BPBD Banjarnegara dipasang di Desa Kebutuhjurang
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019