"Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Mahkamah menilai permohonan yang diajukan FPP BNI tidak beralasan menurut hukum.
Adapun Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan menyatakan, dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja dalam program pensiun yang iurannya dibayar oleh pengusaha dan pekerja, maka uang pesangon yang dihitung yaitu uang pensiun yang iurannya dibayar oleh pengusaha.
Sebelumnya para pemohon mengungkapkan pihaknya masih belum memperoleh kekurangan pembayaran uang pesangon, karena manajemen BNI dinilai telah menafsirkan secara sepihak Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yaitu dengan tidak mempertimbangkan penjelasan atas pasal tersebut.
Terkait dengan dalil permohonan tersebut, Mahkamah menilai permohonan pemohon merupakan persoalan implementasi norma, yang oleh pemohon juga diakui sebagai persoalan implementasi.
Kendati demikian, pemohon tidak juga memperbaiki permohonannya, apalagi permohonan pengujian serupa juga pernah diputus oleh Mahkamah.
"Mahkamah memeriksa secara cermat dan seksama permohonan pemohon, telah nyata pula bahwa hal yang oleh pemohon dianggap sebagai perbedaan dengan permohonan-permohonan pengujian sebelumnya yang telah diputus oleh Mahkamah adalah hanya terletak pada penambahan dasar pengujiannya saja, tetapi secara substantive pemohon tidak menguraikan secara jelas alasan-alasan yang menunjukkan perbedaan dimaksud,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Oleh sebab itu secara substansial tidak ada alasan konstitusional baru yang menyebabkan MK harus mengubah pendiriannya terhadap konstitusionalitas pasal yang diuji, sehingga alasan permohonan dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019