"Setelah mencermati fakta persidangan, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK membuka penyidikan baru dan menetapkan sebuah korporasi sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
PT Merial Esa diduga secara bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalarn APBN-P Tahun Anggaran 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.
PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Sebelumnya pada April 2016, Manager Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Sya'af Arief yang juga komisaris PT Merial Esa berkomunikasi dengan anggota DPR RI 2014-2019 Fayakhun Andriadi untuk mengupayakan agar proyek Satelit Monitoring di Bakamla dapat dianggarkan dalam APBN-Perubahan Tahun 2016.
Erwin juga diduga menjanjikan "fee" tambahan untuk Fayakhun.
"Total komitmen "fee" dalam proyek ini adalah 7 persen dengan 1 persen dari jumlah itu diperuntukkan pada Fayakhun Andriadi," kata Alexander.
Sebagai realisasi komitmen "fee" itu, Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah memberikan uang pada Fayakhun sebesar 911.480 dolar Amerika (sekitar Rp12 miliar) yang dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guangzhou, China.
PT Merial Esa merupakan korporasi yang dimiliki oleh Fahmi Darmawansyah.
"Dalam proses terjadinya pemberian suap ini diduga dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja ataupun hubungan lain di PT ME yang bertindak dalam lingkungan korporasi," ungkap Alexander.
PT Merial Esa merupakan korporasi yang disiapkan akan mengerjakan proyek Satelit Monitoring di Bakamla RI setelah dianggarkan dalam APBN-P Tahun 2016.
PT Merial Esa merupakan korporasi kelima yang diproses oleh KPK.
Sebelumnya, KPK telah memproses tiga korporasi dalam kasus korupsi dan satu korporasi dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Empat korporasi lainnya, yakni PT Duta Graha Indah (DGI) yang berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), PT Tuah Sejati, PT Nindya Karya, dan PT Tradha (tersangka TPPU).
Penetapan PT Merial Esa sebagai tersangka korporasi merupakan pengembangan penanganan perkara dugaan suap terhadap Fayakhun terkait pengurusan anggaran Bakamla RI untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P Tahun 2016;
Penyidikan awal perkara ini dimulai pasca dilakukan OTT pada 14 Desember 2016 terhadap sejumlah orang, yaitu pejabat di Bakamla dan pihak swasta.
Saat itu, KPK mengamankan uang Rp2 miliar dan menetapkan empat orang tersangka, yaitu Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla RI Eko Susilo Hadi, Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah serta dua orang dari pihak swasta masing-masing Hardy Stefanus dan M Adami Okta.
Penanganan perkara itu tidak berhenti pada empat tersangka tersebut dan kemudian setelah menemukan adanya dugaan suap terkait pengaturan anggaran di DPR, maka KPK memproses tiga orang lainnya, yaitu Fayakhun Andriadi, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, dan Erwin Sya'af Arief.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019