• Beranda
  • Berita
  • Infeksi telinga paling banyak diderita di Aceh, sebut Kopda-PGPKT

Infeksi telinga paling banyak diderita di Aceh, sebut Kopda-PGPKT

4 Maret 2019 16:42 WIB
Infeksi telinga paling banyak diderita di Aceh, sebut Kopda-PGPKT
Petugas medis Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) merawat pasien penderita difteri, di Banda Aceh, Aceh, Selasa (19/12/2017). Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang masuk dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri. Sejak Januari hingga Desember 2017 telah dan sedang menangani 100 kasus difteri, empat orang di antaranya meninggal dunia. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Dari sekitar 60 orang yang ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA)) dalam satu hari, sepertiganya adalah mereka yang mengalami infeksi telinga

Banda Aceh, (ANTARA) - Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Kopda PGPKT) Aceh menyatakan, penyakit infeksi telinga mayoritas paling banyak diderita di provinsi paling utara di Pulau Sumatera tersebut.

"Dari sekitar 60 orang yang ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA)) dalam satu hari, sepertiganya adalah mereka yang mengalami infeksi telinga," kata Ketua Komda PGPKT Aceh, dr Lily Setiani SpTHT-KL (K) FICS di Banda Aceh, Senin.

Hal itu diungkapkannya pada rangkaian acara bakti sosial kesehatan dalam memperingati "World Hearing Day" setiap tahun, yang kali ini bagi penyandang disabilitas netra bertempat di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya (RSBM) Dinas Sosial Aceh.

Lily yang juga merupakan dokter spesialis THT di RSUZA Banda Aceh melanjutkan, pasien penyakit infeksi telinga tidak hanya berasal dari ibu kota provinsi berjuluk "Serambi Mekkah", tetapi berasal dari beberapa kabupatan/kota di provinsi ini.

Ia menyebut, apabila mereka menjumpai kelainan di bagian dalam telinga, maka diberikan solusi baik berupa pengobatan langsung. Atau jika penyakitnya tetap berlanjut dan tidak bisa ditangani di daerah, maka akan dirujuk ke rumah sakit di RSUZA Banda Aceh.

Dalam melakukan pemeriksaan telinga dan pendengaran, terlebih dahulu mereka melakukan pemeriksaan fisik telinga, lalu dilakukan pembersihan, dan kemudian dilakukan pemeriksaan di bagian dalam telinga.

"Alhamdulillah, infeksi telinga sudah bisa dilakukan pengobatan (di RSUZA) baik secara terapi maupun operasi. Hasilnya alhamdulillah baik, sehingga kita tidak perlu lagi merujuk ke sentral yang lebih tinggi," katanya.

Saat ini pihaknya telah memiliki program pendidikan dokter spesialis THT yang ditempatkan di beberapa daerah yang memang tidak ada dokter spesialis THT-nya.

"Harapannya, jika ada kasus-kasus THT di kabupaten/kota di Aceh, maka tidak lagi dirujuk lagi ke Banda Aceh. Tetapi bisa langsung ditangani di daerah, karena sudah ada dokter spesialis yang saat ini kita didik dan akan disebar ke seluruh Aceh," tutur Lily.

Kepala UPTD RSBM Fachrial mengucapkan terima kasih dan bersyukur atas kedatangan Komda PGPKT Aceh berserta tim karena telah bersedia memberikan pelayanan kesehatan pendenagaran kepada siswa-siswi binaan Dinas Sosial Aceh ini.

Ia mengungkapkan, anak-anak disabilitas netra binaan UPTD RSBM berjumlah 40 orang, meliputi 11 anak perempuan dan 29 anak laki-laki yang berasal dari berbagai kebupaten/kota di provinsi tersebut.

Selama di UPTD Dinas Sosial Aceh, ke-40 orang anak-anak disabilitas netra mendapat pelatihan, dan dididik untuk mandiri dengan berbagai bekal keterampilan.

"Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan diri, dan kemandirian mereka. Sehingga saat mereka dikembalikan ke masyarakat, sudah bisa bermanfaat bagi masyarakat sekurang-kurangnya untuk diri mereka sendiri," kata Fachrial.

Baca juga: Menkes ajak santri peduli kesehatan telinga

Baca juga: Alat bantu dengar tak cukup atasi radang telinga tengah

Baca juga: Kotoran dalam telinga tak perlu dibersihkan

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019