• Beranda
  • Berita
  • Menilik perkembangan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja

Menilik perkembangan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja

4 Maret 2019 18:15 WIB
Menilik perkembangan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja
Kegiatan Joint Cultural Performance Indonesia-Kamboja untuk memperingati 60 tahun hubungan diplomatik, yang dihadiri Raja Kamboja Norodom Sihamoni, Menlu Kamboja Prak Sokhon, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Puan Maharani di Phnom Penh, Kamboja (13/2/2019). (ANTARA/Yuni Arisandy)
Jakarta, 4/3 (Antara) - Hubungan bilateral Indonesia-Kamboja selama ini sangat baik di berbagai bidang sesuai dengan prinsip-prinsip persahabatan, kemitraan, dan saling menguntungkan. Kamboja, dalam berbagai hal seringkali menempatkan Indonesia sebagai contoh model  pembangunan negaranya.

Hubungan diplomatik Indonesia dengan Kamboja telah dijalin secara resmi sejak 1959 saat pemerintah kedua negara menandatangani Perjanjian Persahabatan di Jakarta pada 13 Februari 1959.  

Namun, kedua negara sejak lama telah memiliki pertalian sejarah dan kebudayaan sejak abad 8-9 Masehi semasa Dinasti Syailendra berkuasa pada zaman Kerajaan Mataram di Jawa dan Dinasti Jayawarman II pada masa Kerajaan Angkor di Kamboja.

                            Persahabatan bersejarah
Kedekatan hubungan kedua negara tidak dibangun hanya berdasarkan pada pertalian sejarah, namun juga dengan adanya kedekatan dan persahabatan yang bersejarah di antara pemimpin terdahulu kedua negara, yaitu Presiden pertama Indonesia Soekarno dan Raja Kamboja Norodom Sihanouk. 

Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn mengatakan bahwa kedekatan hubungan yang bersejarah antara Indonesia dan Kamboja akan membantu pemerintah kedua negara untuk terus bersama mengembangkan hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja.

"Jika kita setia pada sejarah, kita dapat melihat bahwa hubungan diplomatik yang dimiliki Indonesia dan Kamboja pada masa modern ini merupakan hasil bentukan Raja Norodom Sihanouk yang meraih kemerdekaan Kamboja pada 1953 melalui kedekatan hubungan dengan Presiden pertama Indonesia Soekarno," kata Menlu Prak Sokhonn.
        
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu Kamboja dalam pembukaan acara "Indonesia-Cambodia Friendship Joint Cultural Performance" yang diadakan untuk memperingati 60 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Kamboja pada 13 Februari lalu di Phnom Penh.

Presiden pertama Indonesia Soekarno pertama kali bertemu dengan Pangeran Norodom Sihanouk, yang kemudian menjadi Raja Kamboja, pada saat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955. 

Menurut Menlu Sokhonn, kedekatan yang bersejarah antara kedua pemimpin terdahulu Indonesia dan Kamboja itu dapat menjadi dasar dan pengingat bagi generasi selanjutnya untuk terus memelihara dan mempererat hubungan bilateral.
        
"Hubungan persahabatan (Norodom Sihanouk dan Soekarno) ini telah mendorong kerja sama kedua negara secara bilateral dan regional hingga Indonesia dan Kamboja membuka hubungan diplomatik pada 13 Februari 1959. Malam ini kita menghormati mereka dan visi dari persahabatan mereka yang mengikat hubungan kedua bangsa," ujar dia.

Pada Maret 1962, pemerintah Indonesia mengirim Mayor Jenderal (Purn) Abdul Karim Rasyid sebagai Duta Besar RI pertama untuk Kamboja.

                                    Saling dukung
Selanjutnya, kedekatan bersejarah antarpemimpin terdahulu kedua negara itu pun membuat Indonesia dan Kamboja terus mendukung kondisi dan posisi satu sama lain di kancah internasional, termasuk di forum dan organisasi regional dan global. 

Sejak hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja dirintis pada 1959, Indonesia selalu mendukung perdamaian dan stabilitas di Kamboja. 

Misalnya, Indonesia telah berperan aktif dalam proses perdamaian di Kamboja melalui Jakarta Informal Meeting 1 dan 2 pada 1988-1989; International Conference on Kampuchea (ICK) 1989; Informal Meeting on Cambodia (IMC) 1 dan 2 pada 1990; dan Paris International Conference on Cambodia (PICC) 1991, yang menghasilkan Paris Peace Agreement.

Indonesia pun berperan dalam pengiriman pasukan perdamaian sebagai bagian dari misi  PBB untuk Transisi Otoritas di Kamboja (United Nations Transitional Authority in Cambodia/UNTAC) pada 1992, dan pada 1999 Indonesia mendukung keanggotaan Kamboja di ASEAN. 

Pemerintah Kamboja juga menghargai peran Indonesia untuk menengahi konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand di kawasan Candi Preah Vihear pada 2011. Selain itu, Kamboja menghargai Indonesia yang secara konsisten telah membantu dalam hal peningkatan kapasitas, termasuk dalam bidang pertahanan melalui pelatihan militer. 

"Hubungan kita dengan Kamboja sangat kuat dan terpelihara dengan baik. Pasukan pengaman Perdana Menteri Kamboja belajarnya di Indonesia atau pelatih dari Indonesia mengajar ke sini (Kamboja). Mereka sudah tidak mau 'pindah hati' ke negara lain karena mereka percaya loyalitas TNI kita," ujar Duta Besar RI untuk Kamboja Sudirman Haseng.

Kerja sama bilateral RI-Kamboja juga diperkuat dengan saling dukung posisi dalam berbagai pencalonan dalam organisasi internasional, serta berbagai skema kerja sama teknis yang difasilitasi RI untuk Kamboja.

Kamboja mendukung posisi Indonesia di berbagai forum dan organisasi internasional, termasuk mendukung Indonesia untuk terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.

"Jadi setiap permintaan kita untuk dukungan di forum dan posisi internasional, Kamboja selalu mendukung Indonesia dalam hal apa pun, apalagi berkaitan dengan ASEAN," kata Sudirman.

Hubungan kerja sama RI-Kamboja di bidang politik sepanjang 2012 diwarnai dengan upaya "shuttle diplomacy" Menlu Marty Natalegawa untuk mencapai posisi bersama (konsensus) negara-negara ASEAN dalam penanganan isu Laut China Selatan secara damai dalam kunjungan ke Phnom Penh. 

Dari kunjungan tersebut, konsensus ASEAN's six-point principles on the South China Sea berhasil dicapai. Pernyataan mengenai konsensus tersebut pun dikeluarkan oleh Menlu Kamboja sebagai Ketua ASEAN 2012. Dalam hal itu, Indonesia dan Kamboja telah berhasil bekerjasama dan berupaya mencapai kesatuan dan sentralitas ASEAN.

                                    Saling kunjung
Hubungan dan kerja sama bilateral RI-Kamboja yang terjalin baik juga tercermin dari kegiatan saling kunjung kepala negara/pemerintahan, pejabat tinggi negara/pemerintahan, termasuk pejabat senior militer, anggota parlemen, pengusaha, dan pelajar.

Menlu RI Retno Marsudi telah melakukan kunjungan kerja ke Phnom Penh dan bertemu dengan Menlu Kamboja HOR Namhong pada 2015.

Sementara itu, Perdana Menteri Hun Sen berkunjung ke Indonesia pada April 2015 dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di sela-sela peringatan Konferensi Asia-Afrika di Jakarta. Adapun salah satu hasil dari pertemuan tersebut, yaitu kedua negara sepakat mempererat kerjasama intelijen melalui pertukaran informasi untuk menanggulangi kejahatan transnasional.

Selanjutnya, Menlu Kamboja Prak Sokhonn berkunjung ke Indonesia pada Februari 2018 dan bertemu dengan Menlu Retno Marsudi untuk membahas upaya peningkatan hubungan politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Kemudian, Menlu Sokhonn kembali mengunjungi Indonesia pada  
Desemeber 2018 untuk menghadiri Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-4 RI-Kamboja di Jakarta. Dalam SKB itu, kedua pihak berkomitmen untuk mengembangkan potensi kerja sama di berbagai bidang. 

Selain itu, menurut Dubes Sudirman, kerja sama antarparlemen kedua negara pun berjalan dengan baik dan terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir melalui kegiatan saling kunjung antaranggota lembaga legislatif Indonesia dan Kamboja.

Program saling kunjung juga dilakukan diantara para perwira senior Indonesia dan Kamboja setiap tahun secara bergantian. Sejak 2005, Paspampres RI memberikan pelatihan kepada Pasukan Pengamanan Perdana Menteri Kamboja.

                         Penguatan mekanisme bilateral 
Selain mekanisme saling kunjung, kedua negara juga berupaya meningkatkan kerja sama melalui penguatan mekanisme bilateral, khususnya melalui kegiatan Sidang Komisi Bersama (SKB). 

"Tujuan penguatan mekanisme bilateral itu untuk meninjau kesepakatan-kesepakatan selama ini apa yang sudah, sedang, dan belum dilaksanakan. Atas dasar itu kita mencari hal-hal baru yang dapat kita kembangkan untuk kerja sama di masa akan datang serta mengembangkan kerja sama yang sudah ada dan dianggap bernilai," ujar Dubes Sudirman.

Kedua negara mnyepakati pembentukan Komisi Bersama RI-Kamboja pada 18 Februari 1997. Nota Kesepahaman tentang Pembentukan Komisi Bersama itu ditandatangani oleh Menlu RI Ali Alatas dan Menlu Kamboja Ung Huot. Sidang Komisi Bersama (SKB) menjadi payung bagi kedua negara untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang.

Sejauh ini Indonesia dan Kamboja telah menyelenggarakan empat kali SKB, yaitu pada Juli 2001 di Phnom Penh, Agustus 2004 di Yogyakarta, Juli 2006 di Siem Reap, dan Desember 2018 di Jakarta.

SKB keempat dilaksanakan pada 2018 setelah sempat tertunda selama 12 tahun. Dalam SKB ke-4 RI-Kamboja, Menlu kedua negara menyepakati upaya merevitalisasi mekanisme serta memperkuat komitmen untuk meningkatkan kerja sama demi kesejahteraan, perdamaian, stabilitas kedua negara, kawasan, dan global. 

Selama 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja, menurut Dubes RI, capaian signifikan dalam hubungan kedua negara adalah keberhasilan kedua pihak untuk memelihara dan terus menguatkan hubungan bilateral itu sendiri.

"Dengan hubungan baik yang ada sekarang ini kuat dasarnya untuk kedua negara terus meningkatkan kerja sama," ujar Sudirman. Dia pun berharap para penerus bangsa dan pemimpin kedua negara di masa depan akan terus menjaga hubungan baik.

Harapan serupa pun telah disampaikan oleh Menlu Prak Sokhonn. Menlu Kamboja itu berharap pemerintah kedua negara dapat terus melanjutkan hubungan yang terjalin baik selama ini dan meningkatkan kerja sama bilateral Indonesia-Kamboja di berbagai bidang, termasuk bidang politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya.

"Saya berharap ikatan yang mendalam antara kedua bangsa dapat tumbuh semakin kuat pada tahun-tahun mendatang dan biarlah Yang Kuasa menganugerahi kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan Kamboja," ucapnya. ***2***
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga

 Baca juga: Menyambangi Penjara S-21, melongok tengara masa kelam Kamboja
 

Pewarta: Antara
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019