• Beranda
  • Berita
  • Setelah padam, upaya pencegahan karhutla diperkuat di Riau

Setelah padam, upaya pencegahan karhutla diperkuat di Riau

5 Maret 2019 10:15 WIB
Setelah padam, upaya pencegahan karhutla diperkuat di Riau
Personel dari Polres Bengkalis bersama pemadam kebakaran Fire Emergency Response Team APRIL dan PT Sumatera Riang Lestari berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, Kamis (28/2/2019). Kebakaran hutan dan lahan di Pulau Rupat terus membara selama sebulan terakhir akibat cuaca panas dan kencangnya angin di pulau tersebut, sehingga jadi daerah yang paling banyak menyumbang polusi asap di daerah pesisir Riau. (ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.)

Brigade Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Manggala Agni, bersama para pihak yang tergabung dalam Satuan Tugas Pos Komando Penanganan Darurat Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) memperkuat upaya pencegahan terhadap wilayah-wilayah yang berpotensi terbakar di Provinsi Riau.
 

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) KLHK Raffles B. Panjaitan dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan setelah karhutla terjadi di Kepulauan Meranti dan Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis dan juga di Dumai beberapa waktu yang lalu, Satuan Tugas Pos Komando Penanganan Darurat Bencana Karhutla segera melakukan upaya pencegahan, terhadap wilayah-wilayah yang berpotensi terjadi karhutla di Provinsi Riau.
 

“KLHK bersama TNI, Polri, masyarakat, dan pihak swasta telah berupaya melakukan pemadaman di lapangan. Namun cuaca yang cukup panas menjadi salah satu pemicu karhutla masih terjadi," lanjutnya.
 

Manggala Agni bergabung dengan Satuan Tugas Pos Komando Penanganan Darurat Bencana Karhutla terus melakukan pemadaman darat dan udara, untuk menuntaskan karhutla sampai benar-benar padam.
 

Sebagai upaya pemadaman areal terbakar dan mencegah timbulnya karhutla baru, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang bertujuan untuk membuat hujan buatan sehingga wilayah-wilayah yang sulit dijangkau melalui darat diharapkan dapat terbasahi.
 

Kepala BPPT Hammam Riza mengusulkan TMC difokuskan untuk membasahi (rewetting) lahan gambut yang dinilai mempunyai tingkat kekeringan yang sudah perlu diwaspadai.
 

Namun untuk melakukannya ia mengatakan BPPT memiliki keterbatasan terkait jumlah armada pesawat penyemai garam untuk hujan buatan. Sehingga jika terjadi karhutla di Sumatera dan di Kalimantan, pihaknya akan kesulitan untuk melakukan hujan buatan ini secara serentak.
 

Sedangkan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan Indonesia akan mengalami El Nino lemah yang dimulai pada Juni 2019.
 

“El Nino yang terjadi ini memang tergolong lemah, namun kejadian ini berlangsung cukup lama sampai dengan September 2019 jadi kita harus bersiap untuk menghadapinya," ujarnya.
 

Menurut dia, pelaksanaan TMC yang dimulai pada bulan Maret sampai bulan Mei adalah waktu yang tepat untuk pembasahan lahan gambut, serta banyaknya jumlah awan yang bisa disemai.
 

Perbandingan total jumlah titik panas 2018 dan 2019 (tanggal 1 Januari hingga 4 Maret 2019) berdasarkan satelit NOAA terdapat 160, pada periode yang sama 2018 jumlah titik panas sebanyak 276, berarti terdapat penurunan jumlah titik panas sebanyak 110 atau 42,02 persen.
 

Sedangkan berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen terdapat 432 titik, pada periode yang sama tahun 2018 jumlah titik panas sebanyak 355, berarti terdapat kenaikan jumlah hotspot sebanyak 77 atau 21,69 persen. Sejak 1 Januari hingga 4 Maret 2019, kejadian karhutla diperkirakan seluas 1.890,31 hektare (ha).*


Baca juga: Kepala BNPB minta libatkan ulama untuk cegah Karhutla Riau

Baca juga: Tim gabungan kesulitan sumber air atasi karhutla pulau rangsang

Baca juga: BPPT kurang pesawat untuk tanggulangi karhutla


 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019