Angka kesembuhan tuberculosis di Kota Yogyakarta hingga sekarang baru mencapai 84 persen, masih di bawah target yang ditetapkan 90 persen menurut Dinas Kesehatan setempat.
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru tuberculosis (TB) paru terkonfirmasi bakteriologis yang sembuh setelah selesai masa pengobatan di antara pasien baru TB terkonfirmasi bakteriologis yang tercatat.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Yudiria Amelia pada Rabu mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan angka kesembuhan TB di Yogyakarta belum mencapai target, antara lain karena pasien tidak melakukan pemeriksaan kesehatan setelah mengonsumsi obat dalam jangka waktu yang ditetapkan.
"Pasien yang belum melakukan pengecekan kesehatan di akhir pengobatan belum bisa dikategorikan sembuh dari TB. Mereka hanya masuk dalam kategori menyelesaikan pengobatan saja," katanya.
Selain itu, lanjut Yudiria, ada pula pasien yang menghentikan pengobatan setelah mengonsumsi obat selama tiga hingga enam bulan karena merasa kondisi fisiknya sudah membaik. "Padahal, pasien tersebut perlu melakukan pengecekan ulang terhadap kesehatannya," kata dia.
Guna memacu semangat pasien untuk sembuh dari TB, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta memberikan penghargaan bagi pasien TB yang sembuh dan pendampingnya dengan uang senilai total Rp750.000. Penghargaan biasanya disampaikan setiap Mei dan November.
Sepanjang 2018, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat 943 temuan kasus TB dan 32 di antaranya kasus TB resisten obat.
"Dari 32 pasien yang resisten obat, sebanyak 10 di antaranya sudah meninggal dunia," kata Yudiria.
Tahun ini, lanjut Yudiria, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta akan kembali menggiatkan kegiatan penyisiran guna menemukan sebanyak-banyaknya warga yang menderita TB serta mengobati mereka sampai sembuh sehingga pada 2030 Indonesia dapat mengeliminasi TB.
Kegiatan penyisiran di masyarakat tersebut menjadi salah satu rangkaian kegiatan Peringatan Hari TB di Kota Yogyakarta. Penyisiran dilakukan oleh petugas puskesmas dengan melakukan pengecekan kesehatan terhadap warga yang tinggal di sekitar penderita TB.
"Kami akan melakukan pengecekan kesehatan terhadap warga dari enam rumah yang tinggal di sekitar rumah penderita TB. Selain itu, juga akan dilakukan screening dan edukasi kesehatan untuk penghuni lapas dan deteksi dini di posyandu untuk antisipasi TB anak,” katanya.
Jika terdeteksi ada anak yang menderita TB, ia melanjutkan, maka akan langsung dilakukan penyisiran terhadap warga yang tinggal di sekitar anak karena anak tersebut pasti tertular TB dari orang dewasa.
"Dalam melakukan penyisiran TB, memang masih ada kendala yaitu stigma negatif masyarakat terhadap penyakit tersebut sehingga masyarakat memilih tidak memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit," kata Yudiria.
Selain itu, menurut dia, masih banyak warga yang terkadang tidak menyadari jika mereka mengalami gejala TB dan hanya menganggap sebagai penyakit batuk biasa sehingga terus menurus membeli obat batuk yang bisa diperoleh di apotek.
Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta juga bekerja sama dengan apotek dalam upaya menyisir penderita TB.
"Jika ada warga yang terus menerus membeli obat batuk, maka kami minta agar apotek menyarankan warga tersebut berobat ke puskesmas atau rumah sakit," katanya.
Gejala TB di antaranya batuk terus menerus selama lebih dari dua pekan disertai kondisi meriang, berkeringat pada malam hari meski tidak melakukan kegiatan apapun dan berat badan terus turun.
"Jika mengalami gejala seperti itu, maka segera periksa ke puskesmas atau rumah sakit dan melakukan pengecekan dahak untuk memastikan apakah tertular TB atau tidak," katanya.
Baca juga:
Pemkab Jayawijaya akan terbitkan perda tuberculosis
100 penderita TB sembuh peroleh penghargaan
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019