Delapan daerah waspada karhutla

6 Maret 2019 19:21 WIB
Delapan daerah waspada karhutla
Deputi Klimatologi BMKG Herizal (dua kiri) didampingi Deputi Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo (tiga kiri) paa konferensi pers prakiraan musim kemarau di Jakarta, Rabu (6/3/2019). (ANTARA/Desi Purnamawati)
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) masih cukup tinggi, dan delapan daerah diantaranya perlu waspada.

"Saat ini mulai memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau, sejumlah daerah perlu perhatian ekstra terutama yang rawan karhutla," kata Deputi Klimatologi BMKG Herizal di Jakarta, Rabu.

erdasarkan analisis Fire Danger Rating System (FDRS), potensi kemudahan terjadinya Karhutla masih cukup tinggi di wilayah Sumatera Utara bagian Timur, Riau bagian Timur, Kepulauan Riau.

Selain itu, wilayah Jambi bagian Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Sulawesi bagian Utara dan Maluku Utara.

Hal tersebut karena potensi hujan cukup rendah, terutama di wilayah Pantai Timur Sumatera, utamanya wilayah Riau dan sekitarnya, maka perlu diwaspadai adanya peningkatan potensi kemudahan Karhutla dan lahan di wilayah tersebut.

Lebih lanjut Herizal mengatakan, potensi mudahnya terjadiKarhutla di sejumlah wilayah tersebut perlu diantisipasi setidaknya hingga Oktobe 2019r.

Deputi Meteorologi BMKG, Mulyono R Prabowo mengatakan, dalam sepekan ke depan sebagian besar wilayah Sumatera masih berpotensi hujan lebat karena masih tingginya kumpulan awan.

Kecuali untuk wilayah Riau yang curah hujannya rendah serta wilayahnya juga sebagian besar merupakan lahan gambut perlu diwaspadai potensi Karhutla.

"Terjadi anomali cuaca di Riau karena secara posisi geografis tidak diuntungkan karena agak ditutup dengan semenanjung Malaysia," kata Mulyono.

Karena kondisi tersebut, ketika ada aliran angin Timur Laut yang sebetulnya membawa uap air banyak sebagian sudah turun di Timur Malaysia, ketika melewati Malaysia sudah menjadi angin atau aliran udara yang kandungan uap airnya sudah sedikit sehingga melintas daerah Riau menjadi udara kering.

"Saat ini pola angin masih relatif dari Timur Laut yang sebetulnya membawa banyak uap air, tetapi melintasi semenanjung Malaysia," katanya.

Pewarta : Desi Purnamawati
Editor : Alex Sariwating

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Alex Sariwating
Copyright © ANTARA 2019