"Tingkat Inflasi Provinsi Sulut pada tahun 2018 tercatat sebesar 3,83 persen (yoy)," kata Erwin saat sertijab Kepala BI Perwakilan Sulut dari Soekowardojo kepada Arbonas Hutabarat di Manado, Jumat.
Erwin menjelaskan inflasi terutama disumbang oleh komponen angkutan udara dan bahan makanan. Meskipun menunjukkan perbaikan signifikan, pergerakan tingkat inflasi ke depan masih harus tetap diwaspadai.
Risiko tekanan inflasi inti pada tahun 2019, katanya, antara lain berasal dari pelaksanaan Pilpres 2019 dan ekspektasi inflasi untuk barang konsumsi menjelang hari raya keagamaan nasional.
Sementara tekanan inflasi dari harga yang diatur pemerintah (administered prices) diperkirakan rendah akibat minimalnya penyesuaian harga dari pemerintah. Tekanan inflasi "volatile foods" diperkirakan sejalan dengan pola musimnya.
Upaya pengendalian inflasi dilakukan Bank Indonesia bersama TPID melalui berbagai upaya serta koordinasi yang erat antar Instansi terkait.
"Dengan tantangan tahun ini yang relatif kompleks, Bank Indonesia bersama TPID akan terus berupaya untuk memelihara ketersediaan pasokan, menjaga keterjangkauan harga, dan memastikan kelancaran distribusi melalui operasi pasar serta pengelolaan ekspektasi masyarakat," jelasnya.
Selain itu, katanya, BI juga memiliki program unggulan pengendalian inflasi maupun pengembangan ekonomi daerah.
Dalam upaya pengendalian inflasi, BI mengembangkan klaster ketahanan pangan, yaitu klaster bawang merah dan tomat sayur di Minahasa, klaster cabai di Kepulauan Sangihe, Sitaro dan Minahasa, serta klaster pertanian terpadu di Bolaang-Mongondow.
Ia menjelaskan selain program ketahanan pangan, Bank Indonesia juga melaksanakan program pengembangan potensi ekonomi daerah berupa klaster kopi dan nanas di Kotamobagu.
Pewarta: Jerusalem Mendalora
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019