Ray kepada wartawan di Jakarta, Jumat, mengatakan unsur partai politik (parpol) serta calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) harus memiliki komitmen penuh agar ada penerapan prinsip-prinsip toleransi. Hal itu bisa diwujudkan dengan sikap maupun praktik di lapangan.
Dia mengatakan unsur elite politik memiliki peran penting dalam memberi teladan kepada publik mengenai toleransi. Misalnya menekan terjadinya politisasi identitas yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan.
"Persoalan intoleransi sangat berbahaya karena berpotensi memecah belah," kata dia.
Menurut dia, terjadi peningkatan intoleransi pada masa kampanye Pemilu 2019. Gejala yang muncul adalah menguatnya politik identitas yang mengarah pada isu-isu suku, agama, ras dan antargolongan.
Sebelumnya, Direktur Riset Setara Institute Halili menekankan pentingnya perhatian elite terhadap isu-isu toleransi.
Menurut dia, sepanjang tahun 2007-2017 telah terjadi 2.975 tindakan pelanggaran terkait kebebasan beragama. Selama 11 tahun terakhir, ada 378 gangguan terhadap tempat ibadah dan angka terbesar pada gereja sebanyak 195 kasus dan masjid, terutama Ahmadiyah (134).
"Seharusnya ada intensifikasi peran parpol melalui perjumpaan lintas identitas dan literasi keagamaan sebagai basis sosial serta mendorong kebijakan-kebijakan yang mendukung penguatan prinsip-prinsip toleransi," katanya.
Baca juga: Nyepi Tahun Saka 1941 berlangsung penuh toleransi
Baca juga: Melirik keramahtamahan dalam kemajemukan di Negeri Kangguru
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019