Jawabannya ternyata tidak. Untuk sampai pada kesimpulan itu, para peneliti dari University of Exeter di Inggris, Vrije Universiteit Amsterdam di Belanda, University of Balearic Islands di Palma de Mallorca, Spanyol dan the University of Leipzig di Jerman membentuk sebuah tim.
Seperti dilansir dari Medical News Today, Senin, mereka merekrut 1.025 orang yang masing-masing memiliki indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 25, yang berarti bahwa mereka kelebihan berat badan atau obesitas.
Peserta studi tinggal di empat negara yang berbeda - Inggris, Jerman, Belanda, dan Spanyol - dan penilaian spesialis menunjukkan mereka semua berisiko tinggi terkena depresi, meskipun tidak ada dari mereka yang mengalami depresi pada awalnya.
Para peneliti secara acak menugaskan sekitar setengah dari peserta mengambil suplemen gizi, termasuk asam folat, vitamin D, minyak ikan omega-3, seng, dan selenium, setiap hari, sementara separuh lainnya menerima plasebo.
Setengah dari peserta dalam kelompok pengobatan juga menerima intervensi psikologis dan perilaku yang bertujuan untuk membantu mereka meningkatkan kebiasaan diet mereka.
Setelah masa tindak lanjut 1 tahun, para peneliti menemukan bahwa mengonsumsi suplemen tidak memiliki efek perlindungan terhadap depresi dibandingkan dengan plasebo.
"Diet dan nutrisi menjanjikan sebagai salah satu cara untuk menjangkau banyak orang. Namun, percobaan ini secara meyakinkan menunjukkan bahwa suplemen nutrisi tidak membantu mencegah depresi," kata Prof. Ed Watkins.
Studi menunjukkan bahwa orang yang kelebihan berat badan atau obesitas juga lebih mungkin mengalami depresi, membuat para peneliti bertanya-tanya apakah membuat perubahan pola makan bisa membantu menangkal depresi.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019