Petani Temanggung dibekali ilmu iklim

11 Maret 2019 19:54 WIB
Petani Temanggung dibekali ilmu iklim
Petugas BMKG menjelaskan kegunaan penakar hujan pada peserta Sekolah Lapang Iklim Tahap 3 di Desa Tegalsari, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung. (HeruSuyitno)

Bagaimanana mengadaptasi kondisi iklim kaitannya dengan penananman. Iklim itu sebenarnya kondisi cuaca rata-rata. Cuaca itu unsurnya ada suhu, kelembaban, curah hujan, angin dan sebagainya

Puluhan petani di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dibekali ilmu iklim dalam Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahap 3 di Desa Tegalsari, Kedu.

Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Semarang Tuban Wiyoso di Temanggung, Senin, mengatakan SLI ini untuk pembelajaran pada petani berkaitan dengan penanaman guna mengantisipasi iklim ekstrem.

"Bagaimanana mengadaptasi kondisi iklim kaitannya dengan penananman. Iklim itu sebenarnya kondisi cuaca rata-rata. Cuaca itu unsurnya ada suhu, kelembaban, curah hujan, angin dan sebagainya," katanya.

Ia menuturkan dengan kegiatan SLI, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ingin menyosialisasikan pentingnya informasi iklim dalam mendukung kegiatan pertanian di Indonesia.

"Kegiatan SLI merupakan cara BMKG sebagai penyedia informasi dan petani sebagai end user berinteraksi melalui penyuluh petani lapangan," katanya.

Menurut dia, dari beberapa kegiatan SLI Tahap 3 yang dilaksankan selama satu musim tanam, secara umum menunjukkan peningkatan produksi dengan persentase hingga 30 persen dibanding rata-rata produksinya.

Ia mengatakan hal ini menunjukkan dengan adanya kegiatan SLI pada aktivitas kelompok tani yang telah mendapatkan pemahaman informasi iklim dan memanfaatkan produk informasi iklim dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

SLI Tahap 3 ini dilaksankan di lahan persawahan dan saung yang sudah disiapkan, berada di hamparan persawahan milik kelompok tani di Desa Tegalsari, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.

Lahan belajar berupa areal tanaman pangan sebanyak tiga petak  kurang lebih seluas 2.000 meter persegi yang dibagi menjadi 30 titik pengamatan pada pertotongan garis diagonal serta lingkungan di sekitarnya.

"Petak belajar atau demplot dikelola sesuai kebiasaan petani setempat, baik dari segi pemupukan, pengairan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT)," katanya.

Ia menuturkan prinsip pendidikan SLI Tahap 3 adalah memberikan peran yang seluas-luasnya kepada petani untuk mengembangkan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengalamannya dan memadukan dengan informasi yang diperoleh dari para pemandu dalam rangka antisipasi dampak iklim ekstrim juga materi dan praktik mengenai budidaya serta penanggulangan hama penyakit.

Selain itu, peserta juga dibekali materi, antara lain tentang pengenalan alat ukur cuaca dan iklim, mengenal perbedaan cuaca dan iklim, proses pembentukan hujan, kadar air tanah,
pemanfaatan informasi iklim untuk pertanian, penyimpangan iklim dan iklim ekstrem, pengaruh iklim terhadap OPT, dan kalender tanam. 

Ia menuturkan melalui SLI dengan adanya informasi iklim dan cuaca hama dan penyaklit terkait iklim cuaca, misalnya lembab banyak penyakit, kondisi cuaca lembab atau kering itu erat kaitannya dengan hama dan penyakit, nanti dibimbing oleh penyuluh juga,
peserta dari petani dari kelompok tani, PPLl, babinsa. sebagian besar petani. total 25 orang.

selama 4 bulan mulai penanaman, nanti setiap 10 hari sekali diamati sampai panen , setiap 10 hari seklai ada diskusi, mengamati hama, mengamati pertumbuhan, mengamati cuaca, iklim di gubuk ini.

Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019