Proses pembuatan film sejarah, ujar Christine, terasa seperti rekonstruksi skenario Tuhan sebab apa yang disajikan berasal dari kisah nyata.
"Jadi napak tilas bagi saya sebagai bangsa Indonesia untuk memahami apa itu Indonesia," ujar Christine di konferensi pers film "Bumi Itu Bulat", di Jakarta, Senin.
Salah satu film sejarah yang dibintanginya adalah "Tjoet Nja' Dhien" (1988). Lewat film itu, Christine bisa membayangkan perjuangan pahlawan untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang sekarang bisa dinikmati semua orang.
Saat mengenang Cut Nyak Dien, Christine terdiam sejenak. Dengan suara tercekat menahan tangis, dia melanjutkan, "Berapa juta nenek moyang kita, yang gugur tumpah darah mereka. Kita hanya menikmati hasil perjuangan dan kerja keras. Tidak ada darah yang kita tumpahkan," ujar dia.
Dia menyayangkan, kemerdekaan yang didapat secara susah payah itu kerap lupa disyukuri oleh orang-orang saat ini. Keberagaman yang jadi kekuatan Indonesia akhir-akhir ini justru kerap dijadikan sumber masalah.
"Kita harus mengasihi sesama hamba Allah," ujarnya.
Christine Hakim adalah salah satu inisiator mempromosikan toleransi di kalangan anak muda melalui film layar lebar.
Bersama Ketua Umum PP GP Ansor Gus Yaqut, sineas Robert Ronny, komika Arie Kriting dan perancang Jenahara Nasution bersepakat membuat film "Bumi Itu Bulat", agar anak muda dapat melihat model yang baik mengenai toleransi.
"Bumi Itu Bulat" akan tayang pada 11 April mendatang.
Baca juga: Untuk pertama kalinya Christine Hakim main film pendek
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019