"Saya ingin menyampaikan udara Jakarta sebagian dari rekaman data 2018 itu memang tidak sehat, tetapi sebagian lagi 50 persennya bagus, dibanding kota se-Asia Tenggara kita tidak yang terburuk," kata Karliansyah dalam konferensi pers di Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLHK, Jakarta, Selasa.
Karliansyah menuturkan sebagian besar kualitas udara buruk di Jakarta dipengaruhi oleh kendaraan bermotor dengan proporsi 60-70 persen.
Dia mempertanyakan instrumen yang dipakai Greenpeace Indonesia sehingga mengklaim Jakarta sebagai kota paling berpolusi di Asia Tenggara.
Sebelumnya, Greenpeace mengklaim Jakarta dan Hanoi merupakan kota paling berpolusi, seperti yang tertulis pada akun Instagramnya.
"Kami mempertanyakan instrumennya apa? Karena kebetulan KLHK sudah punya jaringan pemantau udara yang 'real time' 'continue', Air Quality Monitoring System (AQMS)," ujarnya.
Dia menuturkan saat ini KLHK sudah memasang stasiun pemantau kualitas udara di 14 kota di Indonesia, tapi kalau digabungkan dengan milik Badan Meteorologi, Klimatologi dam Geofisika, pemerintah daerah dan swasta, maka ada total sekitar 50-an stasiun pemantau kualitas udara yang telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Dia menuturkan dari rekaman data sepanjang 2018 di Jakarta, memang ada 196 hari yang kualitas udaranya tidak sehat dari 365 hari setahun, kemudian 34 hari dengan kualitas udara baik, dan 122 hari tergolong kualitas udara sedang.
Sementara data kualitas udara di Jakarta dari Januari hingga akhir Februari 2019, ada 10 hari dengan kualitas udara tergolong baik, 38 hari dengan kualitas udara sedang serta 11 hari dengan kualitas udara tidak sehat.
Untuk rata-rata tahunan PM 2.5 di Jakarta pada 2018 sebesar 34,57 mikrogram per meter kubik. Angka itu melampaui standar baku mutu nasional, dan standar WHO dengan 10 mikrogram per meter kubik.
Karliansyah mengatakan pada website aqicn.org yang menampilkan Indeks Kualitas Udara Real-time untuk lebih dari 60 negara di dunia oleh satu lembaga survei yang berbasis di Beijing, China, saat dipantau pada pukul 10.00 WIB, kualitas udara di Jakarta sebesar 57 mikrogram per meter kubik, jauh di bawah negara-negara lain, termasuk Filipina, dengan 140-an mikrogram per meter kubik, Jepang, Thailand dan China.
"Kalau di Asia Tenggara saya yakini bahwa dengan data kita itu kita masih bagus. Saya juga cermati untuk kota besar kota metropolitan pasti tidak ada kota yang mencapai angka 10 mikrogram ppm kecuali kota-kota kecil," ujarnya. (*)
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019